Menjajal Bumi Perkemahan Suaka Elang
foto dok pribadi |
Kayaknya
kalau kita sebulan gak kemping bakal langsung gatel-gatel gitu deh. Kalau
kemarin kita kemping di bukit Jayagiri di Bandung, sekarang kita beralih ke
Bumi Perkemahan Suaka Elang di Bogor.
Kali ini kita bersama rombongan keluarga
saya, karena kebetulan tempat ini gak terlalu jauh juga dari rumah, hanya
sekitar 1,5 jam perjalanan kalau gak macet.
Dari Jalan
Mayjend H.E Sukma, kita masuk ke gang pasar Caringin. Dari sini kira-kira kita
harus menempuh perjalanan setengah jam lagi untuk sampai ke parkiran Suaka
Elang.
Dan ternyata kita harus membayar Rp90.000 hanya untuk parkir satu
mobil dan satu motor dalam semalam. Ajegile.
Sayangnya,
gak kayak kemping di Cidahu yang tempat ngediriin tendanya deket sama parkiran
mobil, di sini kita mesti jalan kaki dulu selama setengah jam.
Sebenarnya
jalannya gak terlalu nanjak banget sih, tapi mungkin karena panas menyengat,
jadi lelah dan terasa jauh.
Sesampainya
di pintu masuk, kita masih harus bayar (lagi) Rp20.000 per orang untuk
menginap semalam. Dari kejauhan terlihat sudah banyak banget tenda yang
berdiri.
Em, ternyata di sini lagi ada acara gathering. Cuma saya kurang tahu
dari perusahaan atau komunitas mana.
Karena
khawatir keberisikan, kita memutuskan untuk nenda di atas, agak jauh dari
kerumunan. Untung di sini pepohonannya agak padat, mengingat tenda yang kita
bawa adalah tenda Pramuka besar (hasil pinjem dari sekolahnya Bapak).
Tenda ini
akan dipakai untuk tidur, sementara tenda satu lagi (Lafuma-nya Raisan) akan
dipakai untuk simpan barang-barang logistik.
Ngediriin
tenda Pramuka memang lebih rumit, tapi seru. Tenda berukuran kira-kira 5x2
meter ini punya dua pintu di kanan dan kiri.
Sisi kiri tenda dipepetin ke
sebuah pohon dan pintunya ditutup total dengan lakban (maklum, gak ada sleting).
Supaya gak dingin, lantainya dilapisi dengan karpet.
Tenda Pramuka dan tenda Lafuma dibentuk letter L. Di tengah kita bikin dapur
untuk masak, yang beratapkan hammock. Di depannya ada api unggun yang susah
banget nyalanya.
Siang itu,
setelah selesai ngediriin tenda. Raisan dan sepupu saya, Aga, harus balik lagi ke bawah
karena ternyata kita lupa beli minyak goreng. Alhasil kita baru bisa
makan siang jam 3-an, dengan menu ikan sarden kalengan, goreng tempe tepung, sayur
gambas, plus es buah. Yippi.
foto: Raisan Al Farisi |
Oia di
sini kita gak susah dapetin air lho. Ada toilet berjejer, tempat wudu, tempat
cuci piring, plus ada musala dan tempat sampah juga. Menurut saya, airnya juga
gak terlalu dingin, jadi kalau mau mandi-mandi cantik, bisa banget.
Hujan kemudian sempat turun gemerincik. Ternyata tenda ini alasnya tembus air. Hwaaa… kita
langsung berpikir keras, gimana nih supaya nanti tidur gak kebasahan walau
hujan. Cowok-cowok akhirnya bikin parit di luar.
Selepas hujan,
menyambut malam, para cowok tetap gigih berusaha nyalain api unggun. Mereka
bahkan membakar daun-daun pinus untuk memicu api sampai ngeluarin banyak banget asap. Duuhh kan kasihan tenda di dekat kita, bisa sesak
nafas anak orang.
Tanpa daun pinus pun kita masih bisa nyalain api unggun kok.
Walaupun kita harus gantian niup bara api sampe nafas abis.
foto: Raisan Al Farisi |
foto: Raisan Al Farisi |
Sisa malam
kita habiskan dengan cerita-cerita asyik, sambil makan mie cup. Dari kejauhan
terdengar sayup-sayup suara musik dangdut dari lokasi gathering. Duh syahdu ~
foto: Raisan Al Farisi |
Esoknya…
Alhamdulillah
tidur tadi malam nyenyak banget. Gak terlalu dingin juga, karena musim hujan
mungkin ya. Pagi-pagi buta kita sudah pergi ke toilet dan mushala dengan mata
sepet. Udara di sini segar banget, sayang kalau sampai dilewatkan.
Gak mau
makan kesiangan, saya langsung masak air dan goreng nugget plus cireng, yang
udah kita bekel dari kemarin. Setelah itu, cowok-cowok diserahkan untuk
mengemban tugas masak nasi liwet.
Setelah semuanya selesai, kita masak ikan
teri dan sayur gambas sebagai pelengkap lauk. Nyam.. nyam..
Hari ini,
agendanya kita mau main ke curug (air terjun) Cibadak. Letaknya sekitar 1 km,
sejauh 30 menit jalan kaki dari sini.
Tenda dan isinya kita tinggal di tempat,
kita jalan ke curug tanpa bawa apapun, kecuali ponsel, kamera, minum, dan rujak (yang sudah kita
siapin sebelumnya).
Duh jalannya
cukup terjal nih. Walaupun gak bawa apa-apa, tetep ngos-ngosan. Bahkan
setelah ada di hadapan curugnya, kita masih harus nyari spot yang asik
dengan manjat-manjat batu kali yang besar-besar.
Tapi kita
puasss banget. Serasa di curug pribadi, karena kita beda tempat sama pengunjung
lain. Yang mau mandi langsung di aliran curug, bisa. Yang mau mandi-mandi di
kolamnya, bisa.
Cuma di sini airnya memang dingin bangett. Rasanya saya gak
sanggup untuk berlama-lama di air.
foto: Muhammad Rizki Farhan |
Jarang-jarang
lho saya menikmati curug sampai baju basah banget. Gak tau kenapa dari rumah
rasanya udah niat banget untuk mandi-mandi cantik di sini.
Tapi mungkin karena
terlalu maceuh, celana saya robek di bagian bokong. Alamak. Untung saya bawa
jaket untuk nutupin robeknya. Ihihi.
foto dok pribadi |
Setelah
menghabiskan waktu sampe tangan keriput dan bibir membiru, kita memutuskan
untuk pulang ke tenda. Di tenda, kita ganti baju, dandan, dan boboan dulu
sebentar, melepas lelah.
Sehabis itu, baru kita beres-beres tenda dan pulang,
byeee Suaka Elang ~
Psstt..
Walaupun di sini disebut Bumi Perkemahan Suaka Elang, kita gak tau nih suaka
elangnya di mana. Oia, di sini ada jembatan gantung yang terkenal. Terkenal
karena beberapa teman saya banyak yang unggah foto Instagram di sini.
Ternyata,
jembatan ini cuma hiasan karena udah ditutup
sebagai jalan umum dan kita gak melewatinya. Pengunjung bisa pakai jembatan ini
untuk foto-foto aja (tapi saya gak foto hihi)
foto dok pribadi |
Comments
Post a Comment