It Is Not Thirty That I Imagined
Ilmu yang paling tinggi tingkatannya adalah ilmu ikhlas. Gak semua orang bisa mempelajari dan menerapkannya dengan benar.
Saya selalu senang saat punya kesempatan pergi ke banyak tempat atau bisa meraih sebuah pencapaian.
Tapi ada satu hal yang saya baru sadari sekarang, kesenangan yang saya rasakan bukan karena tempat yang saya datangi atau pencapaian yang berhasil saya raih, melainkan karena apapun yang saya lakukan, masih ada orang tua yang bahagia dan sehat di rumah.
Setelah mereka gak ada, kesenangan itu hilang juga.
Memasuki usia ini seperti memasuki dunia yang lain. Tiba-tiba saya punya dua anak, tiba-tiba orang tua saya pergi, tiba-tiba saya tinggal di antah berantah, tiba-tiba saya harus berjauhan dengan adik dan kakak.
Semua ke-tiba-tiba-an itu ditapaki dengan ilmu ikhlas, entah sudah di level mana.
Belajar mengelola insecurity
Ada juga hal-hal yang sebenernya bisa dicoba sejak lama tapi baru saya coba sekarang. Salah satunya berhenti kepoin unggahan orang lain di media sosial dan membandingkan hidup saya dengan hidup orang lain.
Bukan kebiasaan saya untuk membandingkan sebenarnya, tapi setelah jadi ibu, rasa insecure mulai muncul. Beruntung lingkungan kerja saya sekarang gak toksik.
Saya mulai membatasi membuka media sosial dan berusaha lebih memaknai hidup, mulai set beberapa goal juga di luar dunia kerja, kayak olahraga, baca buku, khataman Alquran, nonton kajian, ngeblog, ngedrakor, updating skills, yang kebanyakan susah tercapai.
Yang jelas, satu hal yang gak berubah adalah, masih terus berusaha jadi orang baik.
Ada goal lain yang saya sendiri gak nyangka bakal tertarik: pakai skincare. Sebenarnya saya merasa gak ada masalah dengan kulit wajah.
Kulit saya terhitung bagus dan jarang banget jerawatan. Tapi kalau dilihat-lihat, cukup kusam dan agak kasar.
Saya gak terlahir di keluarga yang senang dandan. Pelembab kulit dan parfum pertama kali dibelikan bibi sewaktu SMP, itupun baunya kurang enak, tapi tetap saya pakai.
Waktu teman-teman satu gank di SMA semua bawa bedak ke sekolah, cuma saya yang melongo. Pas kuliah, saya mulai pakai pelembab dan eyeliner. Setelah masuk kerja baru saya kenal lipstik dan pensil alis.
Pakai skincare yang bertahap-tahap ternyata cukup menguras waktu dan uang. Beruntung waktu dan uang masa muda saya dulu gak dihabiskan untuk hal-hal ini.
Karena sekarang sudah terbiasa dandan meski tipis-tipis, saya jadi merasa wajah saya tanpa make up sangat kucel dan jelek. Angkat topi untuk barisan para gebetan yang pernah menggebet cewek kucel macam saya.
Wajah boleh berubah, tapi hidup tetap berlanjut.
Comments
Post a Comment