Akhirnya Mudik Lebaran
Setelah tiga tahun berturut-turut berlebaran di Bandung, tahun ini akhirnya bisa mudik ke Bogor. Sedikit hampa. Walaupun di Bogor ada teteh, Aa, ipar, ponakan, dan saudara-saudara, tapi karena gak ada orang tua, rasanya jadi aneh.
Mudik Lebaran yang udah diizinin pemerintah tahun ini membuat ruas-ruas jalur utama Bandung-Bogor macet total. Jalur yang bakal kami lewati juga jalur rawan macet.
foto: Raisan Al Farisi |
Sebab menurut maps tol Jakarta-Cikampek masih diberlakukan one way ke arah timur, kami memutuskan lewat jalur Puncak. Syukur, jalan sepi dan Bandung-Cianjur bisa ditempuh dalam waktu 2 jam aja.
Kami menyempatkan diri makan sahur di kedai sate maranggi Cipanas. Karena Mica masih tidur di pangkuan, kami makan di dalam mobil.
Jalan dari Cipanas ke Ciawi juga lancar tanpa macet sedikitpun. Waktu tempuhnya cuma satu jam dan kami masih sempat sholat subuh di rumah Mama.
Alhamdulillah berangkat mudik tanpa drama, walaupun setelah ini kami lanjut tidur sampai siang.
***
Ini Lebaran kedua buat Emica dan Lebaran keempat buat Rainier. Di keluarga Mama di Bogor ada tradisi Lebaran kumpul keluarga besar dan ziarah ke permakaman umum samping rumah Ageung (nenek).
foto: Raisan Al Farisi |
foto: Raisan Al Farisi |
Di permakaman ini ada makam Bapak Ageung, Mama Ageung, Mang Solah, Mang Yan, Mang Miman, dan Mama. Senangnya tahun ini bisa ziarah langsung ke makam Mama. Ah melankolis kalau diterusin .... skip skip.
Enaknya Lebaran di Bogor adalah, gak ada 'tante' nyebelin yang nanya kapan kawin, kapan punya anak, kapan nambah anak, kerjanya apa, gajinya apa. Semuanya larut dalam suka cita, saling cerita tentang anak, tentang hal yang lucu-lucu, apapun yang seru.
Dan karena sekarang anak-anak muda yang udah kerja semakin banyak, tradisi bagi-bagi THR jadi semakin meriah. Meski begitu, Rainier dan Emica masih belum ngerti apa-apa soal amplop karena ini pertama kali mereka ngikutin tradisi ini.
Uang THR mereka, Mominya yang simpan. Ini bukan investasi bodong karena: (1) Anak-anak usia 2-4 tahun belum ngerti uang, (2) ngasih uang ke ibu sendiri bukan investasi bodong tapi investasi dunia akherat, dan (3) uang ini akan dialokasikan untuk pendidikan anak-anak, bukan buat beli bakso.
Tradisi Lebaran lainnya di sini adalah foto masing-masing keluarga. Bahkan sebelum ada fotografer pribadi (Popi Raisan), keluarga di sini sudah rajin mengabadikan momen di setiap Lebaran.
Masing-masing keluarga akan pakai pakaian dengan warna dan tone senada. Tahun ini (sama seperti tahun-tahun sebelumnya), keluarga kami pakai warna hitam putih, termasuk si kecil Minara, ponakan saya satu-satunya.
foto: Muhammad Saefu Baldan |
Rainier dan Emica saya beliin baju gamis putih. Rai yang lebih feminin, terlihat happy pakai baju ini plus kerudungnya. Sedangkan Emica rewel karena gak kuat pakai baju yang bikin gerah.
Well, waktu mudik yang ditunggu-tunggu berlalu dengan cepat. Alhamdulillah pulang ke Bandung pun gak terjebak macet walaupun memang kendaraan padat di tol Cikampek sampai Padaleunyi.
Semoga semua amal ibadah kita selama Ramadhan diterima Allah SWT dan bisa dipertemukan dengan Ramadhan tahun depan.
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kulla 'amin wa antum bikhoir. Mohon maaf lahir dan batin dari Popi Raisan, Momi Fira, Rainier, Emica, dan Minara.
foto: Fidyastria Saspida |
Selamat Lebaran!
Comments
Post a Comment