Selamat Bersekolah, Rainier!
foto: Raisan Al Farisi |
Akhirnya waktu ini tiba. Saya selalu ngebayangin gimana rasanya jadi orang tua siswa. Dan Rainier hari ini resmi jadi siswi TK.
Muncul perasaan campur aduk saat harus mengikhlaskan anak buat sekolah. Ada senangnya, tapi ada takutnya juga. Dibanding Rainier, mungkin saya yang lebih excited sekaligus nervous.
Sekolah Rai cukup dekat, sekitar 5 menit jalan kaki dari rumah. Rencananya, Rai akan berangkat sekolah bareng momi dan popinya dan pulang sekolah dijemput ibu asuhnya. Kebetulan rumah ibu cukup dekat juga sama sekolah.
foto: Raisan Al Farisi |
Rutinitas saya setiap pagi bertambah karena harus mandiin Rai lebih awal dan nyiapin bekal. Rai selalu dibekali makanan ringan seperti roti atau dimsum, juga buah-buahan.
Meski tak bisa dipungkiri belajar calistung jadi fokus di sekolah, tapi sebenarnya Rai bisa dapat banyak hal di luar itu. Dia bisa belajar bersosialisasi, berbagi, bercerita, dan banyak lagi.
foto: dok sekolah |
foto: Raisan Al Farisi |
Sebagai booster, saya tetap membuat program belajar privat sendiri untuk Rai di rumah. Programnya seputar mengaji, calistung, bercerita, mewarnai/menggambar, sampai latihan motorik.
Meski secara administrasi Rainier yang bersekolah, tapi nyatanya saya juga ikut "belajar". Saya belajar mengenal bakat anak, belajar membimbing anak, dan bahkan belajar mengingat lagi hafalan-hafalan sewaktu kecil.
Sama seperti Rai, saya juga punya teman baru sesama orang tua siswa. Beberapa ibu-ibu sudah saya kenal karena tinggal di komplek perumahan yang sama.
Rasanya aneh harus berkumpul dengan ibu-ibu di segala usia. Saya termasuk orang yang tidak bisa menolerir sifat ganas emak-emak. Dan kenyataan pahit yang harus saya terima adalah: saya sudah jadi bagian dari jenis mereka.
Bersama bu Airin, wali kelas A1. (foto: Raisan Al Farisi) |
Ya Allah, pertemukan kami selalu dengan orang-orang baik di mana pun kami berada. Ya Allah jaga selalu Rainier saat ia berada di dalam atau di luar penjagaanku, ibunya.
Mengenang Memori Sekolah TK
Dulu di lingkungan rumah gak ada sekolah TK. Jadi saya disekolahkan di tempat yang jauh, harus naik angkot dulu.
Mama gak pernah nyiapin bekal. Setiap hari saya beli kue di warung depan sekolah yang dimasukkan ke kotak bekal. Kue yang paling saya suka adalah surabi pakai kuah kinca.
Setiap berangkat sekolah, saya selalu dianter Bapak. Siangnya dijemput Mama. Tapi karena harus ngajar dulu, Mama selalu telat jemput.
Biasanya saya diam di sekolah sampai siang bareng bu guru sambil nunggu Mama. Gak jarang juga saya pulang bareng sama temen dan Mamanya yang rumahnya dekat.
Saya punya seorang teman dekat, namanya Sinta. Sinta selalu jajan bubur sumsum sebelum masuk sekolah dan selalu nyuapin saya. Sampai saat ini, setiap makan bubur sumsum, saya selalu ingat kebaikan Sinta yang entah sekarang ada di mana.
Di TK saya bukan siswi berprestasi, gak pernah dapet piala lomba, bukan siswi unggulan tiga besar juga. Ini jadi cerminan buat saya untuk gak mengecilkan hati Rainier jika dia juga gak unggul di sekolah.
Sebagai ibu, saya siap dorong Rai sesuai kecerdasan dan minat yang dimilikinya, ngingetin Rai untuk bikin PR, jadi temen curhatnya sepulang sekolah, dan bimbing Rai untuk apik sama perlengkapan sekolahnya sendiri. Hal-hal yang gak pernah saya dapatkan sebagai anak di masa kecil.
Comments
Post a Comment