Sungguh Saya Tak Tertarik Jadi Anggota HIMA
Pengalaman berorganisasi saya cukup baik. Saya pernah aktif di OSIS dan Paskibra sewaktu SMP dan SMA.
Namun, saya merasa berorganisasi tidak membuat saya menjadi seseorang yang gila hormat, suka eksis, dan senang 'cari muka' di depan orang lain.
Saya juga bukan tipe orang yang senang membicarakan hal yang tidak penting, apalagi memperdebatkan sesuatu yang seharusnya bukan jadi suatu perdebatan.
Namun, saya merasa berorganisasi tidak membuat saya menjadi seseorang yang gila hormat, suka eksis, dan senang 'cari muka' di depan orang lain.
Saya juga bukan tipe orang yang senang membicarakan hal yang tidak penting, apalagi memperdebatkan sesuatu yang seharusnya bukan jadi suatu perdebatan.
Setelah lulus SMA dan masuk perguruan tinggi, saya bisa saja jadi anggota himpunan mahasiswa (hima), mengingat ketidak-asingan saya dengan sesuatu yang berbau organisasi.
Akan tetapi, di hari pertama saya merasa sudah layak disebut mahasiswa, saya benar-benar dikejutkan dengan satu masalah yang dibebankan senior-senior hima di jurusan saya, ke kami, mahasiswa baru (maru).
Hari itu adalah hari pertama ospek. Kami, maru, dikumpulkan di lapangan untuk berdebat. Menurut saya masalah yang disampaikan para senior itu sepele, yakni para maru harus memilih untuk ikut kuliah umum tingkat universitas atau tidak.
Sebenarnya, presiden hima atau siapapun yang berhak di antara senior-senior hima itu bisa langsung mengeluarkan kebijakan apakah maru wajib atau tidak ikut kuliah umum.
Akan tetapi, di hari pertama saya merasa sudah layak disebut mahasiswa, saya benar-benar dikejutkan dengan satu masalah yang dibebankan senior-senior hima di jurusan saya, ke kami, mahasiswa baru (maru).
Hari itu adalah hari pertama ospek. Kami, maru, dikumpulkan di lapangan untuk berdebat. Menurut saya masalah yang disampaikan para senior itu sepele, yakni para maru harus memilih untuk ikut kuliah umum tingkat universitas atau tidak.
Sebenarnya, presiden hima atau siapapun yang berhak di antara senior-senior hima itu bisa langsung mengeluarkan kebijakan apakah maru wajib atau tidak ikut kuliah umum.
Tapi, jalan yang mereka tempuh sungguh bertele-tele dan menghabiskan waktu. Mereka membiarkan para maru berdebat, beradu argumen, dan melakukan voting yang gak berdampak apa-apa.
Jujur, saya sebagai maru sempat merasa bingung. Ada apa dengan kehidupan universitas, kenapa ribet banget?
Akhirnya keputusan yang diambil adalah maru wajib ikut kuliah umum. Alasannya, jika tak ikut, para maru tidak akan mendapatkan piagam yang menjadi salah satu syarat ujian sidang di akhir semester nanti
Gustiii.. Kalau mereka semua sudah tahu hal itu, kenapa harus diperdebatkan lagi. Padahal mereka bisa bilang kuliah umum itu WAJIB. Apa mahasiswa memiliki cara pikir yang bertele-tele?
Gustiii.. Kalau mereka semua sudah tahu hal itu, kenapa harus diperdebatkan lagi. Padahal mereka bisa bilang kuliah umum itu WAJIB. Apa mahasiswa memiliki cara pikir yang bertele-tele?
Hal kedua yang membuat saya gak tertarik jadi anggota hima adalah bergaul dengan senior yang salah.
Masih dalam masa ospek, suatu hari saya dan beberapa maru di kelompok yang sama sedang bercengkrama dengan para senior pembimbing. Usia mereka kira-kira 2 tahun di atas saya.
Lalu dua senior saya mulai bercerita tentang dosen dan nilai di mata kuliah.
“Nih ya, kalian harus pinter ngejilat dosen, karena nilai itu datang dari langit, yang penting itu menjilat!” ujar satu senior.
“Iya, pernah waktu itu gue jarang masuk kelas sama dosen anu, tapi gue dapet A gara-gara dia kenal sama gue, hahahaha," timpal senior lainnya.
Semua junior yang di situ tertawa dan memandang sang senior dengan rasa kagum. Hanya saya yang merasa jijik. Setelah itu saya gak pernah ikut kegiatan ospek lagi.
Hal-hal mengejutkan yang saya alami selama ospek cukup membuat saya tersenyum miris dan mem-blacklist hima dari curiousity-list saya.
Saya gak mau jadi manusia-manusia ala hima dan hima gak butuh manusia seperti saya sepertinya.
Masih dalam masa ospek, suatu hari saya dan beberapa maru di kelompok yang sama sedang bercengkrama dengan para senior pembimbing. Usia mereka kira-kira 2 tahun di atas saya.
Lalu dua senior saya mulai bercerita tentang dosen dan nilai di mata kuliah.
“Nih ya, kalian harus pinter ngejilat dosen, karena nilai itu datang dari langit, yang penting itu menjilat!” ujar satu senior.
“Iya, pernah waktu itu gue jarang masuk kelas sama dosen anu, tapi gue dapet A gara-gara dia kenal sama gue, hahahaha," timpal senior lainnya.
Semua junior yang di situ tertawa dan memandang sang senior dengan rasa kagum. Hanya saya yang merasa jijik. Setelah itu saya gak pernah ikut kegiatan ospek lagi.
Hal-hal mengejutkan yang saya alami selama ospek cukup membuat saya tersenyum miris dan mem-blacklist hima dari curiousity-list saya.
Saya gak mau jadi manusia-manusia ala hima dan hima gak butuh manusia seperti saya sepertinya.
ka mau nanya dong, kebetulan saya mahasiswa baru upi angktan'12 jurusan pend. bhsa inggris. Kan selain ada ospek buat jurusannya tuh?apa kaka prnah ikutan?
ReplyDeletedan ngapain aja sih?ya bsa dblang saya aga penakut orgnya.
makasihh :D
Yaa karena menurut tulisan di atas saya bukan anggota HIMA, ga ikutan ospek juga, jd saya kurang tau.
Delete