Menengok Sungai Tanpa Jembatan
foto: Raisan Al Farisi |
Ngomongin potret pendidikan di Indonesia memang gak ada habisnya. Masalah yang dihadapi juga beragam, gak melulu soal gedung sekolah yang butut atau ketersediaan tenaga pelajar.
Hari itu, pagi-pagi buta, saya diculik fotografer kantor buat ikut ke Purwakarta. Katanya ada masalah krusial yang dihadapi anak-anak sekolah di sana: akses jalan. Ah masa?
Jam 7 pagi kita sampai di Kabupaten Purwakarta, agak telat sih karena di sini sekolah dimulai jam 6 pagi.
Kemudian kita nyari lokasi yang beralamat di Desa Tajur Sindang, Kecamatan Sukatani. Usut punya usut, di desa
itu kita bisa menemukan anak-anak sekolah yang harus rela basah-basahan nyeberang Sungai Cilalawi setiap berangkat dan pulang sekolah. Saya langsung penasaran seperti apa wujud sungai tanpa jembatan ini.
Setelah
nanya kanan kiri, sampailah kita di Desa Tajur Sindang. Dari jalan
raya, masuk ke dalam sekitar 30 menit. Ke dalam dan teruuuuss ke dalam.
Konon, Sungai Cilalawi adalah batas antara Kampung Garunggang dan Kampung Karang Layung, tapi warga gak menyarankan kami buat naik mobil ke sana. Katanya, jalannya gak layak
buat mobil. Meski begitu, kami tetap melaju ke kampung itu dengan mobil.
Awalnya kami masih
baik-baik aja, jalan bagus meski kecil, pemandangan sawah luas plus banyak
bukit, udara segar banget. Sampai pada suatu masa, jalanan
berubah dari aspal jadi tanah licin berbatu, rusak, dan naik turun.
Pemandangan berganti hutan lebat yang penuh dengan nyamuk. Kami nyerah, gak mungkin bawa mobil di jalan yang bahaya kayak gini. Waktu mau puter balik, kami agak kesulitan karena jalan licin dan ban mobil terus muter sendiri. Mobil
yang terpaksa harus mundur lagi itu lalu terjerembab di dalam tanah
basah.
Suasana agak mencekam karena di hutan itu cuma ada kami berdua, tanpa ada penduduk yang lewat. Tapi akhirnya setelah sekitar 20 menit berkutat di situ, kami bebas. Thanks God!
Kami keluar Desa
Tajur Sindang dan rencananya mau naik ojek aja ke Kampung Garunggang. Mau gimana lagi, hari sudah
mulai siang tapi kami belum lihat juga kayak gimana bentuk sungai
Cilalawi itu.
Namun lalu setelah ngobrol panjang
lebar sama warga situ, ternyata Sungai Cilalawi bisa juga dicapai lewat
Kampung Karang Layung, Desa Cibinong. Tapi kami harus balik ke jalan
raya, muterin Kecamatan Sukatani. Baiklah.
Kali ini pemandangannya indah beneran, karena kami ngelewatin Waduk
Jatiluhur. Jalan mobilnya pun gak sesempit Desa Tajur Sindang. Hutan
lebat terganti sama ladang-ladang yang luas dan rumah-rumah yang gak
terlalu padat.
Mobil melaju sampai ujung Kampung Karang Layung.
Ada seorang ibu yang ngasih info A1 mengenai anak-anak yang suka
nyeberang sungai. Kami langsung melewati ladang
buat melihat wujud Sungai Cilalawi.
Ternyata,
pagi tadi anak-anak sekolah sudah selesai nyebrang, jadi kami harus nunggu mereka
pulang. Info itu kami dapat dari para petugas satpol air yang berjaga
di situ sejak dua hari lalu.
Para petugas itu menyambut kami dengan baik. Kami dapet banyak banget informasi soal Sungai Cilalawi
yang gak punya jembatan. Bapak-bapak ini juga dengan senang hati mau
ngebantu proses pemotretan. Alhamdulillah.
Jam 10an, ibu-ibu yang rumahnya di deket sungai, teriak. “Paa yeuh aya nu rek nyebrang..” (Paa, ini ada yang mau nyeberang).
Katanya anak-anak SD baru pulang sekolah dan mau nyeberang sungai.
Dengan segera, bapak-bapak sigap yang berjumlah kurang lebih lima orang
itu langsung menuju sungai. Tadinya kami lagi ngaso di warung sambil
ngopi dan makan mie.
Kami ikut rombongan mereka. Ceritanya,
meski belum mandi dan belum tidur, saya mau jadi saksi hidup perjuangan
anak-anak SD itu.
Sinar matahari menyengat luar biasa. Empat
petugas langsung pakai pelampung dan nyemplung ke dalam sungai. Kepala Satpolair Polres Purwakarta, Febrianto, yang kebetulan lagi ada di situ, ikut
nyemplung juga dan ikut megangin tali di sisi sungai
yang arusnya gak terlalu deras.
Dua petugas ngejemput adek-adek sekolah
yang ada di seberang. Tiga orang anak kecil berpakaian hitam putih
berhasil digendong dari Kampung Garunggang ke Kampung Karang Layung
tanpa basah.
Parahnya, petugas-petugas itu cuma dibantu lifevest sama seutas tali tambang. Gak ada peralatan lain. Gak ada perahu karet, karabiner, atau tandu. Sedangkan arus sungai cukup deras, sepinggang orang dewasa.
Brigadir Suryadi, salah satu anggota satpolair, bahkan nyuruh saya cobain sendiri derasnya. Ampun om, saya gak bawa baju, nanti jok mobil kebasahan T.T
Kata dia, pas musim kemarau sungainya kering, jadi
anak-anak bisa lewat sendiri. Sekarang sudah masuk musim hujan, arus air mulai
deras jadi mereka butuh bantuan.
Rumah dan sekolah mereka cuma beda
kampung, tapi kalau harus pakai jalan muter ya jauh juga, mending lewat
sungai, cepat.
Febrianto bilang, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pernah janji mau bikin jembatan di sini. Tapi sampai sekarang nihil.
Ia berharap banget berita dan foto yang dibikin kita bisa membuat mata Pak Bupati terbuka lebar. Ini looh, di Purwakarta yang katanya maju, anak-anak sekolah masih harus nyebrangin sungai tanpa jembatan.
Ibu sang anak yang diseberangin petugas satpolair sudah nunggu di seberang. Ia memastikan anaknya baik-baik saja dan gak kebawa arus sungai. Saya sempat sedikit bercakap-cakap sama beliau.
Dia cerita kalau sebenarnya yang suka nyeberang sungai ini bukan cuma anak-anak sekolah. Ada guru, anak kuliahan, bahkan pegawai kantoran.
Ternyata keberadaan jembatan di Sungai Cilalawi sangat dibutuhkan warga Kecamatan Sukatani, khususnya warga Kampung Karang Layung dan Kampung Garunggang demi menghemat waktu dan tenaga.
Yang lebih miris, kata si ibu, kalau arus sungai sedang besar, warga gak berani nyeberang, sampai yang kemaleman harus nginep di rumah masyarakat sekitar. Sungai ini bahaya juga, air bisa mencapai ketinggian 3-5 meter. Lebar sungai sekitar 15 meter. Kebayang kan derasnya kayak gimana?
Lokasi Sungai
Cilalawi ini gak terlalu terpencil dan mestinya jadi perhatian pemkab
karena deket sama Waduk Jatiluhur. Mudah-mudahan perjalanan liputan kami kali ini membawa dampak dan manfaat buat warga, dan jembatan bisa
segera dibangun.
Jam 12 lewat. Sesi pemotretan
selesai, tapi sesi antar jemput anak sekolah belum selesai. Hmm.. Hebat
banget petugasnya masih panas-panasan setelah dua jam. Semoga
pengorbanan mereka berbuah pahala besar. Aamiin.
Purwakarta, 11 Desember 2015
Comments
Post a Comment