Gunung Lawu (2)
foto: Raisan Al Farisi |
Jam 5 subuh, dengan mata yang terkantuk-kantuk, kami semua bersiap pergi ke puncak. Dari tempat ngediriin tenda ke puncak kira-kira menghabiskan waktu satu jam perjalanan.
Puncak Hargo Dumilah foto: Raisan Al Farisi |
Ternyata mataharinya keburu terbit di tengah jalan haha. Sesampainya di puncak Hargo Dumilah, matahari sudah lumayan menyengat. Eh tapi di sini anginnya kenceng banget, sambil silau sambil kedinginan juga jadinya.
Saya lalu pergi ke sudut tempat kita bisa lihat pemandangan Kota Solo. Keren asli. Waktu itu solo masih redup, tapi gak sepenuhnya ketutup awan.
Ah senangnyaaa… akhirnya bisa sampai puncak Gunung Lawu setelah berbulan-bulan cuma jadi wacana.
Meski ini bukan kali pertama naik gunung, Lawu jadi gunung di luar Jawa Barat pertama yang saya daki. Ini namanya dream comes true karena gunung ini juga jadi gunung tertinggi di antara gunung-gunung lain yang pernah saya sambangi.
Perjuangan sampai atas pun amat sangat luar biasa buat saya sebagai seorang yang bukan pendaki. Tapi alhamdulillah, sekarang sampai di atap Solo. So much grateful.
Setelah puas foto-foto, jam 7 pagi kita semua balik ke tenda buat sarapan. Saya milih masuk ke dalam warung dan minta dibikinin mie yang dibawa sendiri, ke bapak tukang warung.
Udara sudah mulai hangat. Di dalam warung saya lihat ada beberapa pendaki yang masih tidur, mungkin mereka baru sampai tengah malam tadi.
foto: Raisan Al Farisi |
Selesai makan, jam 9 semua tenda sudah beres dilipat dan kita siap turun gunung. Bismillah. Semoga waktu pulang lebih cepat.
Awalnya, turun memang lebih gampang dibandingkan naik. Kami sampai ke pos 3 kurang dari sejam dan sampai ke pos 2 cuma setengah jam. Keren kan? Yang gak keren adalah perjalanan dari pos 2 menuju pos 1.
Tau kan jalan antara pos 2 dan pos 1 itu adalah jalan menuju khayangan yang seolah gak ada ujungnya alias jauuuuuhhh banget. Di sini saya sendiri sudah kehilangan energi, terutama di kaki.
Gak ada masalah sama punggung yang bawa bawaan berat. Tapi entah kenapa kaki rasanya mati rasa dan gak ada tenaga sama sekali. Maaakkk….
foto: Raisan Al Farisi |
Beberapa kali kaki kolaps dan saya jatuh. Beberapa kali juga saya dan temen-temen mutusin buat istirahat supaya kaki ada tenaga lagi.
Posisi kami ada di tengah-tengah. Sebagian teman ada di depan dan sebagian lagi di belakang. Jalan yang lelet dan istirahat yang sering ngebuat kami jadi lamaa banget sampe di pos 1.
Tapi akhirnya dipaksa terus. Satu setengah jam setelahnya, sampai juga di pos 1. Di sini kami istirahat agak lama.
Ini kali pertama saya ngerasain mati rasa di kaki sedahsyat ini selagi turun gunung. Selama ini saya turun gunung selalu baik-baik saja, kaki biasanya bakal kerasa sakit keesokan harinya. Ah gak ngerti deh, tapi yang jelas kami harus nerusin perjalanan ke Cemorosewu.
Dari pos 1, Raisan bilang mau ngebawain tas saya. Walaupun tas ini gak seberat tas dia, tapi ya tetep aja lumayan beratnya.
Sebenarnya saya masih kuat bawa tas karena gak masalah dengan punggung. Yang bermasalah adalah kaki. KAKI!
Perjalanan dari pos 1 ke Cemorosewu untungnya sudah mulai lebih landai, meski saya masih bersusah payah jalan.
Oh ya, di tengah jalan menuju Cemorosewu, kami ketemu TeBe, salah satu temen Raisan yang lalu bantuin bawain tas saya ke bawah (padahal doi udah bawain tas orang). Fiuh. Alhamdulillah.
Jam dua siang sampailah kami di Cemorosewu. Di sini kami mandi dan makan sebelum berangkat ke Jogja.
Dengan menggunakan kol (yang sebelumnya ada drama antar sopir), kami sampai di Stasiun Solo Balapan. Sayang, kami telat 10 menit untuk naik kereta Prameks dan akhirnya harus nunggu sampai jam 7 malam.
Dari Solo Balapan, kami berangkat ke Stasiun Tugu untuk kemudian nyari penginapan di Malioboro. Namun, penginapan langganan teman-teman ternyata penuh dan kami mesti nginep di penginapan lain.
Tapi alhamdulillah jam 9 malam kami semua sudah bisa menikmati kasur yang empuk dan istirahat.
Selamat malam Jogjaaa, sampai jumpa Lawu ~
foto: Raisan Al Farisi |
Comments
Post a Comment