Mengejar Matahari Pantai Ujung Genteng
foto: Raisan Al Farisi |
Mumpung
libur dua hari, hari ini saya dan teman-teman
berencana jalan-jalan ke Sukabumi, tepatnya ke pantai Ujung Genteng. Yeeaaayyy!
Perjalanan
ini bakal jadi perjalanan panjang dan ini
bakal jadi touring motor pertama buat saya.
Perjalanan di mulai dari Jakarta, ke Depok,
lalu ke Bogor. Jam 9 pagi, kita istirahat di pom bensin Ciawi sambil ngelurusin
kaki, lalu kita pilih jalan alternatif buat ngehindarin macet di pasar Ciawi.
Dari Jakarta ke Bogor pun rasanya kaki udah kaku banget, gak bisa ngebayangin
gimana rasanya perjalanan ber-jam-jam nanti. Semangat.. Kota Sukabumi sebentar
lagi.
Sekitar jam 11 siang, saya sampai di Kota Sukabumi. Saya memutuskan untuk
cari tempat makan, salat, dan istirahat sebelum lanjut ke Ujung Genteng yang
konon masih harus ditempuh dengan jarak jutaan cahaya.
Jam 2 lewat dikit, saya dan yang lainnya kembali
melanjutkan perjalanan panjang. Setelah keluar dari kota Sukabumi, pemandangan berubah
drastis dari rumah-rumah ke hamparan pepohonan.
Asli pemandangannya bagus
banget, awal-awalnya ada pohon-pohon gundul mirip di hutan mati Gunung
Papandayan, di situ ada juga beberapa pabrik batako.
Setelah beberapa waktu, jalanan berubah jadi
berkelok-kelok, mirip di puncak, meski di sisi kanan dan kiri bukan kebun teh,
tapi pohon-pohon besar. Hamparan kebun teh baru terlihat sesaat sebelum
pertigaan Kiaradua.
Di pertigaan ini, kita
istirahat. Perjalanan satu jam lebih serasa satu tahun, kaki pegeellll
bangeettt…… dan perjalanan belum berakhir.
foto: Raisan Al Farisi |
Jam 5 sore, dari jauh kita
bisa lihat matahari sore yang indah dan bulat sempurna dengan warna oranye
terang tanpa semburat cahaya panas, seolah melambaikan tangan ingin dikejar.
Ini matahari terindah yang pernah saya
kejar. Dia menunggu di ujung pantai sana….. jangan dulu pergi matahari……
Jalanan yang saya lewati berubah menjadi pasir. Ah ini sih sebentar
lagi sampe. Pohon-pohon besar berganti nyiur kelapa yang melambai-lambai
memberi sambutan.
Angin pantai yang dingin (biasanya panas), membuat saya makin gak sabar buat sampe di tujuan. Lima belas
menit dari pos utama rasanya jauuh banget.
Akhirnya kita memasuki jalan berpasir putih,
matahari semakin jauh dan pudar, dihadapan terhampar bibir pantai yang
fenomenal dengan ombaknya yang besar. Ujung Genteng, kita
sampaaaiii..
Besoknya..
Wangi pantai pagi hari mengantarkan
perut-perut lapar saya dan teman-teman untuk lebih
dulu cari makan daripada menikmati ombak dan pasir putih. Sayangnya pagi itu
gak banyak warung makanan yang buka dan gak ada tukang dagang gorengan-buras
kayak di pinggir-pinggir jalan Jakarta.
Saat menyusuri bibir pantai, dikejauhan ada
satu gerobak kuning yang dikerumuni banyak orang. Wah, ini pasti sumber
makanan. Bener aja, ada satu tukang bubur dikelilingi nelayan-nelayan yang
baruu aja pulang melaut.
Tapi saya melewati
tukang bubur begitu saja, kayaknya makan bubur di tengah nelayan bukan hal yang
bagus. Lalu kami lanjutkan perjalanan mencari makan.
Setelah itu, saya baru nemu warung nasi di antara rumah-rumah warga.
Dan lagi, saya merasa gak ada feel buat
makan masakan rumahan. Akhirnya tanpa
perdebatan yang panjang saya makan mie
goreng.
Jauh-jauh ke Ujung Genteng cuma makan mie goreng? Elah.
foto: Raisan Al Farisi |
Perut kenyang hati senang, saya gak sabar buat menikmati air laut Ujung Genteng. Kita
nyari-nyari tempat yang cocik buat main air dan foto-foto, sampai ujung.
Kayaknya ini pertama kalinya saya mendatangi
pantai pasir putih (biasanya pasir hitam) dan super duper senang.
Selain pasirnya putih, airnya juga bening
banget. Ombak gak sampe bibir pantai, jadi aman kalau mau mandi-mandi cantik di
pinggiran pantai. Tapi lagi lagi saya gak
mandi-mandi cantik karena… karena saya gak
mau riweuh. hehe.
Yuk main ke Ujung Genteng! Seruuu dan masih sepi, serasa pantai pribadi~!
foto: Raisan Al Farisi |
Comments
Post a Comment