Surat dari Praha, Perpaduan Kisah Cinta dan Sejarah

dok: istimewa
Surat dari Praha
Sutradara: Angga Dwimas Sasongko
Pemain: Tio Pakusadewo, Julie Estelle, Widyawati, Rio Dewanto, Chicco Jerikho

Satu lagi film bergenre romantis karya anak bangsa yang siap ditayangkan di tanah air. Film Surat dari Praha merupakan perpaduan antara kisah cinta dan sejarah.

Film yang diperankan Tio Pakusadewo, Widyawati, Julie Estelle, dan Rio Dewanto ini mengangkat kisah romantisme seorang mahasiswa yang harus tinggal di Praha karena menolak mendukung pemerintahan Orde Baru, namun masih mencintai seseorang di tanah air.

Adalah Mahdi Jayastri atau Jaya (Tio Pakusadewo), seorang Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang terpaksa kehilangan kewarganegaraannya karena mempertahankan ideologinya.

Ia tinggal di Praha bersama teman-teman seperjuangannya setelah sebelumnya berstatus stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan.

Di Praha, Jaya bekerja sebagai pembersih sebuah gedung teater. Bersama anjingnya, Bagong, ia sering mengunjungi sebuah bar tempat Dewa (Rio Dewanto) bekerja.

Dewa yang juga seorang warga negara Indonesia yang tinggal di Praha, telah menganggap Jaya seperti ayah sendiri dan banyak membantu Jaya yang hidup seorang diri di sebuah apartemen.

Setelah 20 tahun di Praha, Jaya mulai mencoba menghubungi Sulastri Kusumaningrum atau Lastri (Widyawati), kekasihnya saat ia masih di Indonesia, melalui surat. Berpuluh-puluh surat dikirimkan Jaya untuk Lastri.

Hanya saja, Lastri yang sudah berkeluarga tidak pernah membalas surat Jaya, meski masih sangat mencintainya.

Beberapa tahun kemudian, Lastri meninggal dunia dan meninggalkan sebuah warisan bersyarat kepada anak satu-satunya, Kemala Dahayu Larasati atau Laras (Julie Estelle). Laras merupakan seorang perempuan Jakarta masa kini yang ingin hidup independen setelah memutuskan untuk bercerai dengan suaminya.

Demi mendapatkan warisan untuk menutup biaya perceraian, Laras harus mengabulkan permintaan sang ibu, yaitu pergi ke Praha untuk memberikan sebuah kotak dan sebuah surat untuk Jaya.

Konflik batin di dalam diri Jaya yang telah ia kubur selama bertahun-tahun, kembali menyeruak setelah ia bertemu Laras dan mengetahui perempuan yang dicintainya telah meninggal dunia.

Jaya, yang selalu mengatakan ia telah ikhlas atas apa yang terjadi pada hidupnya, ternyata tidak benar-benar bisa melepaskan masa lalu.

Jaya yang pada awalnya tidak menyukai Laras, akhirnya mulai bisa menerima dan membuka diri. Ia mulai menceritakan perjalanan hidupnya saat menjadi mahasiswa dulu hingga bisa menetap di Praha. Ia juga mengaku baru menghubungi Lastri setelah 20 tahun karena takut Lastri dicurigai dan ditangkap pemerintah Indonesia karena memiliki kontak dengan para pemberontak di Praha.

Perasaan cinta seumur hidup Jaya pada Lastri yang terhalang konflik politik 1965 dikemas dengan apik oleh sang sutradara, Angga Dwimas Sasongko. Menurut Angga, film Surat dari Praha menggunakan pendekatan populer untuk bercerita mengenai kisah seseorang yang pernah menjadi imbas sejarah peristiwa 1965.

“Agar tak terkesan menyalahkan sejarah, kami mengangkat cerita cinta. Jadi, film ini tidak dibuat untuk menyelesaikan masalah, namun berfungsi untuk menceritakan satu kisah di balik peristiwa,” ujar Angga.

Sebagai orang yang lahir jauh setelah peristiwa 1965, Angga mengaku materi film berupa kisah dan narasi-narasi tentang peristiwa 1965 amat penting untuk dipelajari dan direnungkan. Ia menuturkan, membuat film Surat dari Praha merupakan sebuah perjalanan kreatif dan kontemplatif.

Ia bertemu langsung dengan para eksil yang sudah berusia senja namun masih mampu bercerita dengan detail dan emosional tentang pengalaman mereka selama menjadi stateless. Para eksil tersebut kemudian digandengnya untuk ikut bermain dalam film ini.

"Melalui film ini, saya ingin berbagi kepada penonton tentang kisah mereka, keberanian mereka, dan ketidakadilan yang mereka alami selama masa Pemerintahan Orde Baru," jelasnya.

Penulisan skenario film ini dipercayakan kepada M Irfan Ramli, yang juga menjadi penulis skenario film peraih penghargaan FFI 2014, Cahaya dari Timur: Beta Maluku. Selain itu, aktor Chiko Jerikho dan musisi Glenn Fredly juga didaulat sebagai produser.

Keterlibatan Glenn tidak sebatas hanya menjadi eksekutif produser. Film ini juga merupakan retrospeksi perjalanan karirnya. Surat dari Praha diakuinya sebagai pencapaian terbesarnya setelah berkarya selama 20 tahun di jagat hiburan.

“Film bisa menjadi parameter baru untuk mengungkapkan kenyataan sejarah kepada generasi muda. Saya senang punya tim yang selalu berpikir mengenai idealisme dalam berkarya, bukan hanya memikirkan sisi komersil," kata dia.

Empat lagu ciptaan Glenn menjadi inspirasi cerita film romantis ini. Menariknya, di dalam film, para pemainnya langsung menyanyikan lagu-lagu Glenn sesuai dengan alur cerita yang membuat setiap adegan menjadi lebih hidup dan menyentuh.

Keempat lagu yang juga menjadi soundtrack film tersebut berjudul Sabda rindu, Nyali Terakhir, Untuk Sebuah Nama, dan Menanti Arah.

Lagu Menanti Arah dari album Luka, Cinta, dan Merdeka (2012) sangat sesuai dengan cerita film Surat dari Praha yang mengangkat kisah situasi politik Indonesia pada 1965, dengan menonjolkan konteks sosial politis. 

Press Screening 26 Januari 2016, Epicentrum Walk. Diterbitkan Harian Republika 3 Februari 2016.

sumber: epaper.republika.co.id

Comments

Popular posts from this blog

"Karma Dalem Boncel"

Kerajian Tangan Tas Sedotan

KICKFEST 2012