KKN: Sampai Jumpa, Pamanukan


Siapa sangka secepat ini 40 hari berakhir, menyisakan keakraban, meninggalkan tawa dan tangis bahagia. Saya, Aini, Ulfi, Echa, Lili, Restu, Dika, Abang, Shandy, Rama dengan sendirinya membentuk sebuah keluarga kecil, yang mengukir cerita dengan masalah-masalah klasik didalamnya. Siapa sangka secepat ini saya dipertemukan dan dipisahkan dari ke-9 sahabat baru saya yang hanya dalam 40 hari tinggal bersama sudah dapat menerima kekurangan-kekurangan saya.


Dimulai dari Aini, teman multifungsi saya selama KKN. Setiap hari Senin dan Kamis saya dan Aini juga Dika berada di jadwal piket yang sama, piket ter-capruk se-posko. Selalu ada cerita-cerita baru saat kami berdua pergi malam-malam ke rumah Eunin untuk cuci piring dan masak nasi.

Teringat suatu kali menu makanan piket kami mendadak menjadi super hot karena Aini terlalu banyak menuangkan lada di dalamnya, tragis. Pernah juga suatu hari Aini pulang ke Sukabumi, dan saya kebingungan menyiapkan menu sahur yang akhirnya sukses membuat mie instan dan telur dadar yang itu pun sukses pula di bantu oleh Lili.

Di saat tidak ada kegiatan, bisa dipastikan saya dan Aini bangun tidur lewat dari jam 9 pagi, dan setelah itu menghabiskan waktu beberapa menit bengong di depan koper sampai akhirnya memutuskan untuk mandi, ah what a life!

Setiap saat saya dan Aini berdiskusi tentang apapun, dari mulai jilbab hingga masalah cinta. Walaupun Aini dan saya terlihat berbeda, namun pikiran Aini terbuka dengan pikiran-pikiran saya yang liberal. Dan, hobi saya dan Aini sama dalam satu hal: Suka jajan.




Beranjak ke gadis kedua, Ulfi. Kami berdua sama-sama paling dekat dengan anak-anak, tapi jika Ulfi bisa memposisikan diri sebagai pengajar dan pendidik bagi anak-anak di Pangasinan, di PAUD dan di SD, saya hanya bisa memposisikan diri sebagai teman bagi anak-anak itu.

Wajar jika saya selalu ikut bersikap kekanak-kanak-an di depan Ufie. Partner saya ke mesjid ini selalu jadi bahan bully-an karena emang Ufie yang cuek ini ternyata secara terang-terangan ditaksir banyak cowok.

Saya selalu kagum dengan Ufie yang multitalented, dimulai dari membungkus kado hingga membungkus parsel lebaran.



Lalu Echa. Selalu teringat akan banyolan-banyolannya tentang apapun yang membuat saya tidak bisa menahan gelak tawa. Echa lah yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi saya untuk bisa masak, dan menunjukkan bahwa masak tidaklah seseram yang saya bayangkan.

Setiap sore atau malam di hari-hari terakhir kami di posko, saya selalu bersemangat ketika Echa menawarkan untuk membonceng saya menggunakan sepeda mengitari dusun Pangasinan, tertawa lepas, menghilangkan penat, bahagia.



Lili dan Restu. Saya rindu tidur bersebelahan dengan Lili menggunakan alas bed cover selama sebulan lebih ini. Lalu Lili selalu bangun paling pertama karena setiap sahur selalu ada panggilan masuk di handphonenya yang nada dering ber-volume full-nya otomatis membangunkan saya juga, ketika Lili memutuskan untuk bangun dan bersiap masak sahur, saya memilih untuk tetap terlelap tidur.

Dan sudah dipastikan tidur saya yang berkelanjutan itu tidak setenang sebelumnya karena alarm handphone Lili yang juga ber-volume full sukses berdering sepuluh menit sekali di sebelah saya.

Lili ini juga yang selalu mengatakan "eehh inget lagi puasa.." ketika saya (hampir setiap pagi) mengatakan "lapeeerrr..." Dan Restu yang walaupun Saya dan Aini sudah bangun siang, bengong, lalu melenjeh-lenjeh menghabiskan waktu pagi sebelum mandi, Restu dipastikan masih tertidur dan tetap jadi yang paling akhir mandi.


Adika. Orang yang paling bertanggungjawab atas dempes-nya sofa di ruang depan, karena setiap pagi didapat beliaulah yang tengah tidur di atasnya.

Alarm handphone-nya yang berdering setiap pagi sukses membangunkan seluruh orang di posko, kecuali dirinya sendiri



 


Abang Paulus, Shandy, Rama. Saya rindu panggilan 'anak gunung' yang mereka berikan.

Abang yang sering menggoda saya hingga saya kesal, Shandy yang dengan tragisnya selalu mem-bully saya di depan keluaga Dika, dan Rama yang sibuk mengenalkan saya dengan anak laki-laki si pemilik rumah.

Walaupun dengan sejuta bully-an, namun saya sudah menganggap mereka sebagai kakak-kakak sendiri.


Dusun Pangasinan, Pamanukan. Posko KKN
Kejadian-kejadian konyol itu mungkin tidak akan terjadi lagi. Setiap pagi dan sore kami pergi bergantian mandi di rumah Eunin, Teh Ani dan Tante Nena, sambil membawa setumpuk penuh cucian piring, dan mengangkat air bersih.

Teh Ani
Lalu petugas piket bersiap pergi ke pasar, yang sebelumnya galau menentukan menu masakan apa (lagi) yang akan disajikan di hari itu, menu makanan favorit kami adalah tempe, namun senyum satu posko akan lebih mengembang jika sang petugas piket mengumumkan bahwa kami akan makan ayam.

Setiap sore kami dipastikan sibuk memasak, menyiapkan ta'jil untuk berbuka, dan malamnya kami pergi teraweh ke mesjid. Selepas taraweh, karena tidak ada kesibukan, kami sering kali jajan. Jajanan favorit adalah Pop Ice dan susu Yess! beku, atau bakso tulang dan jagung coklat keju. Hal itu terus menerus berulang menjadi rutinitas kami di sana.

Saya rindu berbonceng sepeda dengan Ijal dan membeli pesanan Pop Ice juga susu Yess! beku, juga rindu berboncengan dengan Dika atau Sandy demi memenuhi pesanan bakso tulang  yang dipesan oleh makhluk-makhluk se-posko.

Di KKN juga lah pertama kalinya saya mengajar bahasa Inggris secara formal di depan anak-anak SDN Ekasari, dan pertama kalinya seorang anak perempuan pemalu dan kurang gaul ini, merasa dekat dengan masyarakat desa.

Restu-Lili-Fira-Aini-Ulfi-Echa
Dan cerita yang paling ingin di dengar, apalagi jika bukan cerita cinta lokasi selama KKN ini. Dimulai dari Rama yang terang-terangan meng-gombal-kan dirinya di depan Aini, yang berakhir tragis dimana Aini ternyata diam-diam mengagumi ketua kelompok lain, dan Rama yang tak disangka membawa seorang gadis kenalannya di hari-hari terakhir KKN.

Lalu saya yang di jodoh-jodohkan dengan Dika. Juga Abang yang diam-diam mengagumi Ufie, memberi coklat dan mengajak jalan di jam-jam terakhir kepulangannya ke Bandung. Dan yang paling harmonis adalah hubungan Shandy dan Lili dari awal kedatangan hingga akhir.

Tak hanya itu, hubungan perjodohan pun sampai ke lingkungan Pangasinan. Pak Nono guru agama di SDN Ekasari paling laku di jodohkan, lalu anak laki-laki ibu pemilik rumah yang biasa kami panggil aa VHT, lalu imam mesjid tempat biasa kami melakukan shalat taraweh. Complicated, tapi itu lah yang membuat rindu.

Walaupun tetap anak-anak yang paling membuat rindu, Imong, Daus, Ijal, Shinta, Amel, Virgin, Reykhan, Anggun, Lala Camila, Yola, Tia, Lala Fadila, Anya, Ifa, Bonang, Awan, Iyan, Wahyu, Dika kecil ♥
Anak-anak yang pertama kali saya kenal dan yang paling membekas di hati setelah meninggalkan dusun Pangasinan
My little boy, Rizal Ahda Saputra
pic: personal documentation

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"