Posts

Showing posts from June, 2015

Botol Kecap (2)

Hari-hari terlewati. Anak tuan Hyr mulai memberanikan diri mengajakku pergi. Aku mulai menyukainya. Petang hari, ketika semua urusan kami selesai, ia menjemputku di pertigaan. Mantel dan sepatu boot klasiknya mencuri perhatianku, ia sungguh memiliki selera yang bagus. Saat itu matahari tertutup awan dan udara sedikit dingin karena angin berembus cukup kencang di akhir musim semi. Kami berjalan bergandengan. Tapi jangan pikir ini semacam kencan sepasang kekasih yang sedang kasmaran, kami sama sekali tak memiliki rasa itu. Ia mengajakku ke perkebunan kedelai milik keluarganya. Dan aku jatuh cinta, pada perkebunan itu. Kedelai-kedelai terbaik dihasilkan di kebun yang luasnya sekitar tiga hektar ini, cukup luas untuk ukuran sebuah perkebunan keluarga. Ia dan keluarganya lalu memberiku satu kantung penuh biji kedelai hitam yang ranum dan siap diolah menjadi kecap. “Kau tahu, aku belum pernah mengolah kecap,” aku menatap biji kedelai di genggamanku lekat-lekat . “Tak perlu k

Botol Kecap (1)

Tuan Jan akan mengadakan pesta yang kedua kalinya di musim ini. Setelah pesta kelahiran anak keenamnya yang diadakan tujuh hari, kini pesta mewah kembali dipersiapkan menyambut kedatangan putra keduanya, seorang prajurit. Siapa tak bangga memiliki anak seorang prajurit yang menang dalam peperangan? Kedatangan sang putra memang benar-benar harus dirayakan. Entah harus berpesta berapa hari lagi. Ia sungguh terlalu banyak membuang uang hanya untuk pesta. Tapi tentu saja itu bukan urusanku. Aku sudah cukup repot harus mengurusi berkilo-kilo daging kalkun dan daun peterseli yang akan ku sulap menjadi sajian utama lezat dalam pesta. Dapur rumah Tuan Jan telah menjadi tempat favoritku, dan Nyonya Sinna membuatku tergila-gila pada masak. Dapur seluas empat kali enam meter ini memiliki tembok berwarna salem dan dikelilingi jendela-jendela besar. Botol-botol kaca penyimpan rempah-rempah, semua tertata rapi di dalam lemari kayu berbahan ulin. Batuan granit melapisi setiap inci lantainya

Jazz Gunung 2015 (3)

Image
(masih) Day 2 Aaakkk setengah limaaa!! Keliling Bromo bikin saya dan Mbak Kiki lelap tidur selepas sampai di penginapan, dari jam dua siang. Padahal panggung Jazz Gunung hari kedua dimulai dari jam 3 sore. Pas liat rundown , ternyata Ring of Fire baru main selepas magrib, jadi saya dan Mbak Kiki bisa leha-leha dulu. Di sela-sela nyantai, saya sempet ngobrol sama penggagas Majalah Rolling Stones Indonesia, Mas Odie. Mas Odie ini ternyata temen baik bos besarnya Republika dan doi mulai cerita dari awal dia ngerencanain bikin Majalah Rolling Stones di 2005. Doi juga nunjukin suasana kantor Rolling Stones yang hijau, ada kolam renang dan panggungnya, juga nyuruh saya main ke sana. Ngabibita aja deh ya, di kantor saya kan adanya kolam genangan, genangan kenangan, alah. Setelah ngobrol ngaler ngidul sampe perut sakit ketawa-ketawa, saya baru sadar kalo ternyata selama di acara ini, saya dan Mas Odie ditempatin di satu homestay. C uma Doi dan satu temennya nempatin kamar paling belakang.

Jazz Gunung 2015 (2)

Image
Day 2 Rencana liat sunrise ketiga terindah di dunia kandas sudah. Pak Sophan sempet bikin rencana buat masuk Bromo jam dua pagi demi liat sunrise . Kenyataannya? Saya, Mbak Kiki, dan Pak Sophan sendiri gak ada yang bangun sepagi itu. Wajar sih, acara baru selesai jam 11, plus capek, plus dingin banggeett.. Bahkan setelah mandi dan salat dengan susah payah, saya memperpanjang tidur sampai jam setengah delapan pagi. Sarapan. Terus pergi ke media center bareng Mbak Kiki. Di media center, kita berdua terbengong-bengong karena rombongan Sahabat Bromo ternyata semua sudah pergi ke Bromo. Yap, rencananya, sambil nunggu Jazz Gunung hari kedua, saya dan Mbak Kiki mau ngeliput kegiatan Sahabat Bromo. Itu loh, NGO peduli lingkungan yang ngajak TNI dan anak-anak sekolah se-Kabupaten Probolinggo buat mungutin sampah di kawasan wisata Bromo. Saya gak percaya di Bromo banyak sampah, masa sih ada wisatawan yang setega itu buang sampah sembarangan? gratis sih tapi naik ELF ini sport jant

Jazz Gunung 2015 (1)

Image
Day 1 foto: Mb Kiki Semua berawal dari pesan whatsapp khayangan yang majuin deadline empat hari lebih awal dari biasanya. Saya sempet megap-megap kayak ikan keluar dari kolam karena harus liputan dan nyelesein beberapa ficer panjang sehari semalam. Tapi siapa sangka, setelah itu khayangan nugasin buat ngeliput langsung acara Jazz Gunung 2015 di Bromo. Yeay! Jam enam pagi, saya udah standby cantik di bandara bareng Pak Sophan, bapak yang bakal ngasuh selama di sana dari Inke Maris dan Mas Fikri dari Media Indonesia. Ternyata, cuma tiga jurnalis dari tiga media yang bakal diasuh sama Pak Sophan. Satunya lagi Mbak Kiki dari Suara Pembaruan yang dateng agak telat. Lagi-lagi saya jadi yang paling muda di geng ini, tapi agak tenang karena Mas Fikri dan Mbak Kiki masih sama-sama belum nikah dan kita free dari obrolan rumah tangga, ihiy. Rencana terbang ke Surabaya gagal karena kita keabisan tiket dan akhirnya kita ubah tujuan ke Malang. Hmm, justru bukannya Bromo lebih deket

Akhirnya ke Ah Poong

Image
foto: Fira Nursyabani Akhirnya saya datang juga ke Ah Poong, pasar apung di Sentul City. Bukan karena ini tempat bonafit buat hangout keluarga, tapi karena tempat ini pernah jadi masalah gara-gara ngelanggar garis sempadan sungai dan gak berizin sampe akhirnya disegel ( by the way , tulisan segelnya masih ada loh, cuma gak saya foto). Sayang ramenya masalah ini cuma saya denger dari wartawan Bogor lain setelah saya resmi bebas tugas dari Bogor dan dikandangin di khayangan. foto: Bapak Setelah disegel Desember 2014 lalu, katanya bangunan ini mau dirobohin sama Satpol PP. Tapi kok sampe pertengahan 2015 masih berdiri tegak?  Husnudzon aja ya, mungkin izinnya udah diurus dan masalahnya udah selesai. Tapi kasian juga sih kalo bener mau dirobohin, bakal banyak yang keilangan tempat usaha. Jadi gini gays, karena Ibu Suri ulang tahun hari ini, Bapak sebagai anak gaul Sentul, ngajak sekeluarga buat main ke Ah Poong. Ah Poong didesain semacam foodcourt gitu, tapi modelnya

Wilujeng Milangkala, Wilujeng Kulineran di Bogor

Image
Makanan khas Bogor gak ada matinya. Saya yang (rasanya) udah lama banget gak menjajal Bogor, akhirnya kemarin berhasil menyusuri Jalan Suryakencana buat kulineran. Suryakencana bisa dibilang China Town-nya Kota Bogor, tempat bermukimnya warga Tionghoa. Inget kan waktu saya liputan Cap Go Meh di sini? foto: Saepul Mustakim Makanya kulineran di Suryakencana buat warga Muslim harus agak hati-hati karena gak semua makanan yang ada berlabel halal. Yang halal pastinya yang seger-seger macam es pala yang jadi pilihan pertama saya jajan di sini. Kata Ibu Suri, es pala di sini emang endeus banget. Cukup merogoh kocek Rp5.000, es pala manis asem udah bisa kita sedot sesuka hati plus buah palanya yang udah diserut. Kios es pala ini ada di samping gang Aut, pas di pinggir jalan. Kiosnya biasa aja sih, kecil dan gak nyediain banyak tempat duduk. Selain es pala, ada juga es mangga yang eeemmm....seger. Halloo Pa' Ujang foto: Fira Nursyabani Seger banget kaaan di minum waktu c