Ikut Vaksin Demi Herd Immunity

Mendadak kantor minta wartawan dan redaktur untuk daftar vaksinasi Covid-19. Walaupun setiap hari kami ngeberitain tentang vaksin, tapi nyatanya di antara kami ada juga yang gak siap untuk divaksin.

Saya sendiri gak terlalu bereuforia waktu vaksin Covid-19 datang ke Indonesia karena bayangan saya untuk bisa antar Mama divaksin sudah pupus.

Tapi saya tetap menjadikan vaksin sebagai ikhtiar. Terlepas dari gembar gembor herd immunity, ada dua balita yang harus saya jaga, juga Bapak dan kedua mertua.

Herd immunity terjadi saat sebagian besar masyarakat sudah divaksin. Kelompok ini dianggap bisa jadi tameng yang melindungi kelompok yang belum divaksin. (Terima kasih Tok Dalang atas penjelasannya).

Vaksinasi Pertama

foto: Fira Nursyabani
Bersama puluhan wartawan lainnya, saya divaksin di Gedung Pakuan, rumah dinas Gubernur Jabar, Kamis, 18 Maret 2021. Ternyata gak cuma wartawan, hari ini ada vaksinasi lansia juga.

foto: Fira Nursyabani
Saya dapat antrean nomor 136. Setelah nunggu sekitar setengah jam, akhirnya saya dipanggil. Di meja pertama saya ditanya tentang identitas dan dimintai KTP.

Di meja kedua, ada pemeriksaan tekanan darah dan suhu tubuh. Hasilnya, suhu 36, 7 derajat Celcius dan tekanan darah lumayan rendah, cuma 104/83. Tapi aman lah, boleh ikut skrining.

Menuju meja ketiga saya harus antre dengan warga lainnya, agak desak-desakan. Walaupun udah diminta untuk jaga jarak, tetep terasa berkerumun karena tempatnya agak sempit.

Di meja ketiga, petugas bilang KTP saya sudah didaftarkan kemarin, bukan hari ini. Jadi proses skrining tertunda. Hm. Saya gak suka nih kalau ada masalah input data, dah jelas-jelas KTP-nya baru ditunjukkin tadi ke petugas.

Untung penundaan skriningnya gak terlalu lama. Saya ditanya tentang riwayat penyakit, mulai dari asma sampai jantung. Alhamdulillah gak ada penyakit apa-apa. Paling agak deg-degan aja karena lagi menyusui.

Dari sini saya diminta lanjut ke bilik vaksin. Khusus perempuan, vaksinasi dilakukan di dalam bilik. Sedangkan vaksinasi laki-laki dilakukan di luar.

"Vaksinnya Sinovac ya bu. Expired-nya Agustus 2021," kata perawat yang nyuntik.

Ada dua perawat di dalam. Satu perawat nyuntik. Satunya lagi bantu mendokumentasikan proses penyuntikannya pakai hape saya.

foto: Petugas Vaksin

foto: Papparazi
Setelah itu saya maju ke meja keempat untuk dikasih kertas observasi. Ceritanya saya harus menjalani observasi selama 30 menit di ruangan besar yang sudah disediakan. 

Wartawan dan lansia pek tumplek di ruangan itu. Sayangnya, waktu observasi molor karena lambannya proses pembuatan surat vaksinasi. 

Saya pribadi awalnya memang ngerasa pegal dan sakit di bagian titik suntiknya. Tapi setelah beberapa menit hilang dan tak terasa apa-apa.

Banyak hal yang perlu dievaluasi dari proses vaksinasi ini, salah satunya tempat yang sempit sampai susah jaga jarak. Mencampurkan wartawan dengan lansia juga bukan ide bagus. Kebayang dong lansia harus 'melawan' wartawan-wartawan yang gragas?

Dan cuma ada dua petugas yang harus bikin surat, manggil warga, dan melakukan observasi sekaligus. Hal ini amat sangat gak efektif. Padahal masih banyak petugas lainnya yang nganggur. hiks. Mana gak bawa minum, jadi selama lebih dari sejam observasi, saya kehausan.

Vaksinasi Kedua

Saya divaksinasi kedua sesuai jadwal yakni 15 April 2021. Bukan di Gedung Pakuan, sekarang suntiknya di Gedung Sate.

Mungkin panitianya belajar dari vaksinasi pertama yang bejubel dan sempit. Di Gedung Sate ini tempat vaksinnya lebih luas.

Pertama-tama, saya mendatangi meja depan untuk ambil nomor antrean. Lalu tanpa nunggu, saya langsung ke meja satu untuk ditanya kelengkapan dokumen. Kebetulan hari itu sepi banget, gak ada sama sekali antrean.

foto: Fira Nursyabani

Di meja kedua, yang letaknya agak jauh, saya ditensi dan dicek suhu. Alhamdulillah agak normal nih tekanan darahnya. Jadi bisa langsung ke dalem gedung untuk suntik.

Tempat penyuntikan dibagi dua, yakni buat laki-laki di sebelah kiri dan perempuan sebelah kanan. Saya antre sebentar bersama ibu-ibu lansia yang energik banget.

Selama disuntik kedua ini, saya gak difoto karena perawatnya cuma satu. Tapi gak apa-apa, booth suntiknya sekarang ada banyak, jadi warga gak usah lama antre kayak waktu divaksin pertama.

Waktu observasinya pun singkat banget, gak nyampe 30 menit. Sekarang petugasnya lebih banyak, ada yang bikin surat dan ada bagi-bagiin surat. Jadi cepet.

Kalau di suntikan vaksin dosis pertama saya gak ngerasain gejala apa-apa, di suntikan vaksin dosis kedua ini tangan serasa berat banget dan luar biasa pegel.

foto: Fira Nursyabani
Terlepas dari efeknya, semoga vaksinasi ini jadi jalan ikhtiar untuk melawan pandemi. Kita semua pasti rindu banget bisa jalan ke sana ke mari dengan tenang.

Aamiin yaa mujibassailin..

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"