Label Melabeli

Kata-kata baru seperti selfie, tweeps, dan woot sebagai kosakata baru telah masuk ke dalam kamus bahasa Inggris Oxford. Kata-kata baru yang lainnya akan segera menyusul seiring dengan berkembangnya teknologi.

Teknologi begitu banyak menyumbang pembendaharaan kata. Namun tidak hanya teknologi, tanpa kita sadari, kehidupan sosial juga banyak menyumbang kata-kata yang notabene kita sebut ‘baru’.

Dibuatnya istilah-istilah baru memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menguraikan suatu hal dan membedakannya dengan hal lain.

Lalu bagaimana dengan pemberian label? Label kebanyakan diberikan untuk suatu fenomena yang sedang mencuat ke permukaan dan menjadi perbincangan khalayak ramai

Label bisa membuat sesuatu dipandang baik atau buruk. 

pic: google
Indonesia memiliki kata alay yang mengacu pada anak-anak muda yang sedang ingin mengangkat derajat dan meninggikan status di antara kawan-kawannya dengan mengubah gaya lama menjadi gaya baru yang luar biasa (Koentjara Ningrat). Gaya tersebut meliputi fashion, selfie, dan juga tulisan. 

Semenjak Friendster mewabah di kalangan anak muda Indonesia pada 2008, alay juga semakin mewabah.

Menurut beberapa sumber, alay merupakan singkatan dari anak layangan, yaitu anak muda yang terbang mengikuti arah angin mencari jati diri. Intinya alay adalah mereka yang sedang dalam pencarian.

Istilah lain yang belum lama mencuat ke permukaan adalah cabe-cabean. Cabe-cabean mengacu pada (hanya) anak perempuan yang gemar motor-motoran, juga gemar memakai pemutih wajah secara berlebihan.

Gak ada alasan pasti mengapa harus dari tanaman cabe, mungkin karena cabe terasa ‘pedas’ dan ‘menggigit’.

Namun yang lebih penting dari label-label tersebut adalah: apa peran masyarakat dalam munculnya fenomena itu?

Satu lagi label yang sedang hits belakangan ini, yaitu jilboobs. Whoever made this term, s/he might be having a dirty mind!

Di mana peran masyarakat ketika fenomena ini mencuat ke permukaan menagih untuk diselesaikan tanpa komentar-komentar miring walaupun semua orang suci di luar sana sudah terlanjur mencaci maki(?).

Padahal sosialisasi, seminar, sharing pengetahuan, atau bahkan penggalangan pakaian non-ketat dan kerudung lebar yang dapat dibagikan pada perempuan-perempuan, ‘terdengar’ lebih rasional dan keren. 

Walaupun pemberian label itu sendiri tak dapat dihindari karena masyarakat yang semakin cerdas dan kritis, juga menyehatkan dinamisme pembendaharaan kata yang semakin hari semakin berkembang, tapi kecerdasan masyarakat (seharusnya) dapat pula menghasilkan solusi jitu dan tepat sasaran.

“Be the change that you wish to see in the world”
-Mahatma Gandhi

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"