Angkot 04 Teristimewa

foto: Raisan Al Farisi
Pagi itu rasanya saya ingin pulang ke rumah sehabis piket malam. Sambil terkantuk-kantuk, saya naik kereta dan terpaksa berdiri sampai stasiun Bojong Gede. Perjalanan 11 stasiun yang memakan waktu satu jam cukup membuat haus.

Di luar Stasiun Bogor, angkot-angkot berbagai jurusan banyak terlihat tengah menunggu dinaiki penumpang. Setelah beli satu botol air minum, saya naik angkot 02 jurusan Sukasari-Bubulak.

Lazimnya, untuk bisa mencapai rumah, saya harus turun dari angkot ini di Sukasari, dilanjut naik angkot jurusan Sukasari-Cicurug, turun di Warung Nangka, dan naik ojek sampai gang rumah. Ribet ya!

foto: Fira Nursya'bani
Eh jangan dulu sedih kalau mau main ke rumah. Hari ini, dari angkot 02 saya gak turun di Sukasari, tapi saya turun di Suryakencana, lalu jalan ke arah Bogor Trade Mall (BTM).

Di situ ada Pasar Lawang Saketeng, tempat muncul angkot 04 jurusan Rancamaya-Warung Nangka, yang super istimewa.

Kalau saya pulang sebelum malam, saya masih bisa naik angkot ini dan langsung turun di depan gang rumah, tanpa harus naik ojek. Tapi, selepas magrib, angkot 04 sudah tidak beroperasi lagi.

Alasannya, mungkin kalau malam gelap (ya iyalah). Maksudnya jalan yang dilalui gelap, limit lampu penerangan jalan, dan penumpang yang naik pun jarang.

Saya sebut angkot 04 istimewa karena pagi ini saya berada di dalam angkot bersama lima orang ibu-ibu yang membawa serta barang dagangannya.

Di dalam angkot ada dua karung, tujuh kantong besar, dan belasan kantong kecil belanjaan yang berhasil dibeli para ibu-ibu itu di Pasar Lawang Saketeng untuk dijual lagi di warungnya.

Kebayang kan ya gimana saya harus berjuang untuk bisa bertahan hidup bersama semua itu di dalam angkot. Ibu-ibu berdempetan sambil bergosip dengan suara gordes, sambil nyusuin anaknya, bahkan sambil benerin kantong belanjaan yang kadang jatuh waktu angkotnya lagi lewatin polisi tidur. 

Belum lagi bau ikan asin, petai, dan bahan masakan lainnya yang aduhai. Tapi justru ini jadi hal yang menyenangkan setiap naik angkot 04.
foto: Fira Nursya'bani
Oh ya, sopir-sopir angkot 04 ini hampir semuanya ramah. Misalnya kayak sekarang ini, hampir semua penumpang kenal sama sopirnya (kecuali saya). Entah beneran kenal atau SKSD (sok kenal sok dekat), yang jelas mereka ngobrol dengan akrab.

Angkot yang saya tumpangi ini pun melaju dengan tenang, melewati Jalan Pahlawan, Sukasari, hingga Batutulis. Setelah melewati Stasiun Batutulis, angkot 04 harus semangat karena sepanjang jalan menuju Warung Nangka gak ada pom bensin. 

Gak heran penjual bensin eceran menjamur di jalanan dan harganya lumayan lho, bisa selisih Rp2.000 dengan yang dijual di SPBU resmi.

Makanya, kadang sopir angkot 04 suka ngisi BBM dulu sepuasnya di jalanan kota, sebelum melakukan perjalanan jauh.

Setelah melakukan perjalanan setengah jam menuju Bogor Selatan, ibu-ibu dengan karung belanjaan satu per satu mulai turun. Kebanyakan rumah mereka gak dipinggir jalan, semuanya harus masuk gang.

Daaan, percaya atau tidak, sopir angkot 04 dengan setianya nganterin mereka satu-satu ke depan rumahnya masing-masing. Otomatis saya ikut dibawa jalan-jalan masuk ke perkampungan yang jauh dari jalan raya.

Dengan adanya lima orang ibu-ibu, maka saya ikut jalan-jalan ke lima perkampungan berbeda. Yeay!

"Neng, hapunten janten dibawa jalan-jalan nya."

"Teu sawios, Pa,"

Waktu ibu ketiga turun, ada satu anak sekolah yang mau naik angkot ini. Dengan sabar, pak sopir mempersilakan anak itu naik dan baru jalan ketika anak itu benar-benar duduk. 

Kadang ada kan ya sopir yang meremehkan anak kecil, sebelum duduk sempurna, angkotnya sudah jalan. Huft.

Di perkampungan ibu keempat, saya lihat si ibu cuma bayar Rp4.000. Padahal ongkos tarif dekatnya Rp 3.500. Dengan bawa bawaan banyak dan tempat tinggal yang jauh, artinya si ibu cuma ngasih lebih Rp500 dan sopirnya gak protes.

Ngomongin masalah tarif, angkot-angkot Bogor emang agak rese ya. Harga BBM udah turun 2 kali, tapi tarif angkot gak turun-turun.

Tapi hal ini gak berlaku untuk angkot 04. Sopir kadang masih suka nerima ongkos Rp3.000 atau Rp2.000 untuk jarak dekat, tanpa nagih lagi. Hihi.

Sayang, keramaian ibu-ibu di angkot 04 cuma terjadi pagi-pagi. Siang hari, angkot ini sering kosong. Sepenglihatan saya sih, warga Bogor Selatan lebih banyak yang nyaman pakai motor daripada angkutan umum (lagi-lagi karena motor). 

Meski demikian, keramahan pak Sopir ke semua penumpang, juga tarif jalan yang standar, masih berlaku. Semoga semakin banyak rezekinya yaa bapak-bapak.

"Kiriii..." saya pun sampai di depan gang rumah dengan ongkos hanya Rp5.000 untuk perjalanan Bogor-Warung Nangka yang ditempuh selama satu jam.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"