Stasiun Lampegan & Situs Megalitikum Gunung Padang

Pintu Stasiun Lampegan
foto: Fidyastria Saspida
Situs Megalitikum Gunung Padang, Cianjur, beberapa tahun belakangan ini lagi ngehits banget. Karena itulah, saya ngebet banget ke sini buat liat langsung sekeren apa sih situs ini.

Memutuskan ikut open trip bersama Rani Journey, saya dan teteh jam 6 pagi udah nunggu cantik di DD Plaza Semanggi, Jakarta (gilee sekarang maenannya Jakarta men!). Setelah ketemu dengan beberapa orang yang entah dari mana aja, pukul 8.30 kita cus berangkat ke Cianjur.

Sampai di Cianjur sekitar pukul 1 siang dan rombongan langsung diturunkan di Stasiun Lampegan, stasiun tertua di Indonesia.

Menurut Wikipedia, Stasiun Lampegan adalah stasiun kereta api yang terletak di jalur KA Manggarai-Padalarang, terletak di Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber, Cianjur.

Stasiun ini dibangun pada 1882, sebagai stasiun penjaga Terowongan Lampegan yang berada di dekatnya. Pada 2001 stasiun ini pernah ditutup namun sejak 2010 difungsikan kembali.

Sekilas stasiun Lampegan sama aja kayak stasiun lain, bersih dan terawat. Tapi, terowongan Lampegan yang super misterius dan super fenomenal membuat suasana stasiun agak sedikit mistis (apasih...) tapi keren.

Terowongan Lampegan
foto: Fidyastria Saspida 
Setelah puas foto-foto dan lari-lari, saya dan rombongan masih harus menempuh perjalanan delapan kilometer lagi ke Situs Gunung Padang. Jalannya lumayan bagus sih, agak becek, dan berkelok. 

Sesampainya di sana, kita langsung dibeliin tiket (kalau gak salah tiketnya Rp2000, murah banget yak). Dan masuk merangsak bersama pemandu.

foto: Fidyastria Saspida
Di depan pintu masuk, rombongan dikenalin sama sumur keramat. Katanya, kita bisa wudu di situ sebelum naik ke situs, terutama kalau tujuannya mau wisata rohani.

Setelah itu... untuk mencapai situs, kita harus naik tangga yang tinggiiiii banget, dan agak terjal. Kalau gak hati-hati mungkin bisa jatuh, apalagi waktu itu cuaca lagi hujan rintik-rintik.

Buat anak kecil dan orang dewasa yang punya masalah kelebihan berat badan (alias gemuk), bisa lewat tangga sebelah kanan, karena lebih landai tapi ya lebih jauh.

Pas sampai di atas, masyaallah, banyak orang. Ternyata isinya emang penuh sama batu berbentuk persegi panjang dengan berbagai posisi.

Yang paling unik, ada beberapa batu yang disebut batu musik. Jadi kalau dipukul bisa ngeluarin bunyi. Batu yang bisa bunyi itu karena tingginya kandungan besi di batu-batu yang ada di situs ini, kata amang pemandu, jenis batunya adalah batuan andesit.

foto: Fidyastria Saspida
Sebenarnya, amang pemandu yang saya sebut mang Epi Kusnandar, ngejelasin secara detail soal sejarah situs Gunung Padang, tapi karena kepanjangan, bisa keterangannya dibaca di mang Wiki sini.

Ada beberapa hal yang dilarang di sini, salah satunya gak boleh menduduki batu yang berdiri. Pengunjung juga gak boleh buang sampah sembarangan (di mana-mana juga gak boleh buang sampah sembarangan sih), bahkan gak boleh makan nasi.

Tapi di sini ada beberapa penduduk lokal yang jualan. Agak aneh ya kenapa di situs kayak gini pedagang dibiarin masuk. Kata pemandu sih, emang susah buat ngelarang pedagang, soalnya pedagang-pedagang itu orang asli situ. Paling petugas penjaga cuma bisa membatasi jumlah pedagang.

Yuk dateng ke sini biar kece.



foto: Fidyastria Saspida
Mirip Epi Kusnandar kan?
foto: Fidyastria Saspida 
foto: Fidyastria Saspida
foto: Fira Nursya'bani

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"