Assalamualaikum Bandung..

foto: Fira Nursya'bani

Assalamualaikum Bandung, saya datang lagi. Sekarang bersama si kecil Rainier.

Masyaallah. Jodoh, maut, dan rezeki memang sudah ditetapkan Allah. Semuanya tetap jadi rahasia sampai ditunjukkan oleh-Nya dengan cara-Nya sendiri.

Sebenernya saya dan suami punya cerita yang agak menyedihkan sewaktu nikah. Walaupun kita sama sekali gak sedih karena terlalu bahagia.

Suami terpaksa keluar kerjaan setelah memutuskan untuk menikahi saya. Kami kerja di kantor yang sama dan menurut aturan, salah satu dari kami harus keluar kalau menikah.

Kenapa suami yang keluar?

Setelah menimbang dengan matang, kami memutuskan untuk punya tempat tinggal masa depan di Bandung. Kami sepakat kalau Jakarta bukan tempat yang tepat.

Suami, kami pikir, perlu jadi yang pertama keluar untuk bisa langsung cari kerja di Bandung. Dan setelah dapat, saya yang akan ikut dia, keluar kerjaan dan pindah ke Bandung.

Semua memang berjalan sesuai rencana, tapi karena suami terlalu dipertahankan kantor lama, jadi dia baru bisa keluar sebulan sebelum menikah. Tentu waktunya terlalu mepet untuk bisa cari kerjaan baru, apalagi dia harus ngurusin persiapan nikahan juga.

Alhasil, suami menikah dengan saya dalam status pengangguran. Dan setelah itu kita menjalani pernikahan jarak jauh.

Qadarullah, rezeki pengantin baru terus mengalir. Suami beberapa kali ikut lomba foto dan menang. Dia juga mulai buka bisnis kecil-kecilan. Sebagai suami tentu dia gak tinggal diam.

Sampai suatu hari, suami diterima di sebuah kantor BUMD di Bandung. Sayangnya, kerjaannya sama sekali gak sesuai passion dia. Suami terlihat gak menikmati karena saya tahu dia lebih suka pekerjaan yang menantang dan gak terpaut jam kerja.

Saya gak bisa membantu selain menyebut namanya terus dalam doa.

Dan doanya didengar Allah.

Empat bulan setelah menikah, suami diterima jadi fotografer di kantor berita resmi Indonesia. Kebahagiaan tiada tara terpancar dari wajahnya dan kebahagiaan dia tentu jadi kebahagiaan saya juga.

Selamat sayang..

Selama menjalani hubungan jarak jauh, suami gak pernah absen mengunjungi saya dan Rainier sepekan sekali. Untuk dia, saya mungkin bukan sekadar istri, tapi juga pembuka pintu rezeki.

Saya juga sesekali ikut ke Bandung. Seringnya kami di Bandung cari-cari rumah, dibantu Mama dan Papa. Beberapa kali kami merasa dapat rumah yang cocok dan bertemu pihak bank. Dan beberapa kali juga kami dengan halus ditolak bank terkait pinjaman.

Masalahnya, suami bukan pegawai tetap dan gajinya gak masuk hitung-hitungan bank. Sedangkan gaji saya sendiri gak cukup memenuhi kriteria bank.

Kekalutan ini berlangsung selama berbulan-bulan. Sampai akhirnya saya benar-benar pasrah dan gak mau lagi ngurusin soal rumah mengingat saat itu saya sedang hamil besar dan ingin istirahat.

Saya kembali memasrahkannya lewat doa. Dan doanya kembali didengar Allah.

Urus dokumen rumah di bank (foto: Fira Nursya'bani)
Tiba-tiba saya diminta datang ke Bandung untuk tanda-tangan pembelian rumah di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Rumah ini resmi dipinang atas nama saya.

Ini benar-benar rezeki yang dibawa anak.

Sebenarnya uang saya dan suami tidak terlalu banyak untuk beli rumah ini. Papa kemudian memberi bantuan, selain untuk DP, juga untuk membangun lantai dua.

Sebenarnya rumah ini sudah bisa ditempati setelah Rainier lahir, tapi masih ada yang harus dibenahi, mulai dari dapur sampai halaman. Sambil menunggu pengerjaan lantai 2 rumah, Rainier terpaksa harus masih tinggal di Bogor untuk beberapa bulan.

foto: Raisan Al Farisi

foto: Raisan Al Farisi

foto: Raisan Al Farisi

foto: Raisan Al Farisi

Pindahan pun tiba...
Pindahan dari Bogor,
Raisan bawa mobil bak sendiri
(foto: Fira Nursya'bani)

Bismillah... 22 Desember 2019, semua barang-barang yang sudah saya tabung di rumah Mama, akhirnya dipindah ke rumah sendiri.

Semua mamang dan bibi bahkan ikut nganter. Dan yang paling mengejutkan adalah, suami pinjam mobil bak dan nyetir sendiri mobil itu ke Bogor untuk bawa barang. Terlalu mandiri gak sih!

Barang kami memang belum banyak. Dan kenyataan pahit yang kami terima adalah ternyata setelah habis-habisan ngeluarin uang untuk rumah, kami masih harus dihadapkan dengan tuntutan untuk mengisi rumah itu.

Semoga Allah tetapkan hati untuk selalu sederhana dengan gak menghambur-hamburkan uang untuk barang gak penting.

Kami mengadakan syukuran kecil-kecilan bersama keluarga Bogor untuk ngedoain supaya rumah ini jadi berkah dan ladang pahala untuk pemiliknya. Aamiin.

Sedih sih mamang-mamang dan bibi-bibi harus langsung pulang, padahal bisa ngajak main dulu di Bandung. Untungnya Mama dan Bapak masih tinggal di sini untuk beberapa hari.

Pindahan pakai mobil offroad. (foto: Raisan Al Farisi)

Syukuran rumah (foto: Raisan Al Farisi)

Kami juga menggelar syukuran untuk keluarga Bandung dan tetangga-tetangga rumah keesokan harinya. 

Syukuran rumah (foto: Raisan Al Farisi)

Syukuran rumah (foto: Raisan Al Farisi)

Awalnya saya pikir akan lebih baik kalau saya bisa punya rumah dulu sebelum menikah. Saya kira menikah akan menyulitkan saya untuk menabung, terlebih jika sudah ada anak.

Nyatanya, saya tertohok oleh rezeki yang Allah kasih setelah menikah, begitu banyak, bersyukur di setiap embusan napas pun tak akan cukup.

Alhamdulillah.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"