Museum Gedung Sate yang Canggih dan Sarat Sejarah

foto: Raisan Al Farisi
Tentunya banyak orang berpikir museum itu membosankan karena hanya memamerkan benda-benda kuno. Memang nyatanya gak semua orang suka sejarah.

Tapiiii... beberapa museum sudah mulai melakukan inovasi dengan menggabungkan teknologi bersama sejarah, misalnya di Museum Gedung Sate, Kota Bandung.

Dalam rangka ngajak jalan-jalan Engkong, Nenek, dan Uwa Rainier yang dateng berkunjung untuk merayakan ulang tahun Rai, kita semua pergi ke Museum Gedung Sate. Tempat ini dipilih karena suami mau sekalian liputan hihi.

Saya agak tercengang waktu masuk ke sini. Penataan layout-nya keren, interaktif, dan gak ngebosenin. Tiket masuknya pun murah, Rp5.000 aja per orang.

Di awal masuk kita sudah disuguhkan timeline sejarah Gedung Sate, lengkap dengan foto-foto dan layar-layar kecil. Gedung ini ternyata sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Tepatnya berdiri pada 27 Juli 1920.

Juga ada maket kompleks Gedung Sate. Di sini kita bisa lihat kalau gedung ini cukup luas dan cukup asri karena banyak pepohonan.

Maket Gedung Sate (foto: Raisan Al Farisi)

Kemudian ada penjaga museum yang menawarkan kita untuk nonton video singkat sejarah 7 pemuda yang gugur saat sedang berjuang mempertahankan Gedung Sate dari serangan tentara Nica dan Gurka. Video berdurasi 7 menit ini dipertontonkan di sebuah teater kecil di dalam museum.

Sebenarnya saya agak ragu sih, mengingat Rainier belum pernah masuk studio macam ini. Tapi Alhamdulillah anak ini gak rewel walaupun berisik dan gelap. Dia justru ikut menikmati filmnya. Kayak yang ngerti aja ya.

Keseruan gak cukup sampai di sini. Museum ini juga memiliki ruangan augmented reality. Di ruangan ini ada beberapa peralatan pertukangan.

Di salah satu sudutnya ada sebuah layar yang menunjukkan beberapa pekerja sedang melakukan pengerjaan pembuatan Gedung Sate ini dengan peralatan-peralatan itu.

Saat kita memasuki ruangan ini, di layar akan terlihat kita sedang berada di satu ruangan bersama para pekerja itu, padahal aslinya pekerja-pekerja itu gak ada, cuma ada di dalam layar. Pengunjung bisa berfoto bersama para pekerja virtual yang ada di layar itu lho.

Ruang Augmented Reality. (foto: Raisan Al Farisi)

Di sebelah ruangan augmented reality, ada simulator balon terbang yang bisa dinikmati dengan kacamata virtual reality (VR). Saat naik ke keranjang balon terbang ini, kita dipersilakan untuk pakai kacamata VR dan taraaa.... melalui kacamata itu kita bisa merasakan seolah-olah terbang di sekitar kompleks Gedung Sate. Seru banget deh.

Balon terbang dengan kacamata VR (foto: Raisan Al Farisi)

Ruangan seru lainnya di museum ini adalah architerium. Di sini ada layar melengkung 270 derajat yang mempertontonkan tempat-tempat wisata ikonik Indonesia dan dunia. Ada backsound-nya juga yang bikin tambah seru.

Architerium (foto: Raisan Al Farisi)

Di ruangan utama museum juga ada banyak teknologi-teknologi canggih yang membuat kita tertarik banget untuk mempelajari sejarah, misalnya kayak panel interaktif yang menyediakan informasi tentang gubernur-gubernur Jawa Barat, simulator sirine Gedung Sate, Interactive Glass Display dengan layar sentuh, blueprint Gedung Sate, dan lainnya.

Ada juga peta informasi gedung-gedung bersejarah di Kota Bandung, informasi bahan bangunan struktur Gedung Sate, pondasi pertama Gedung Sate, dan masih buanyaakk lagi.

Peta informasi gedung-gedung bersejarah di Bandung. (foto: Raisan Al Farisi)

Terobosan teknologi di museum kayak gini menurut saya sangat diperlukan untuk menarik minat para pengunjung, terutama generasi muda. Gedung Sate menjadi contoh museum futuristik yang bisa diterapkan di museum-museum lain.

Dari sini kita bisa tahu kalau ternyata belajar sejarah itu menyenangkan yaa..

foto: Raisan Al Farisi

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"