Kado Kedua dari Allah

Ada hadiah tak terduga dari Allah untuk saya dan suami di tahun ini, utamanya sih buat suami yang ulang tahun bulan lalu.

Dua garis merah.

foto: Fira Nursya'bani

Pas pertama tahu, rasanya campur aduk, kaget, gak nyangka, sekaligus senang juga.

Bulan ini Rainier genap berusia 16 bulan. Setelah saya tahu saya hamil lagi, saya langsung cari tahu tentang pemberian ASI ke balita oleh ibu hamil.

Setelah dapat lumayan banyak referensi dari artikel kehamilan, dari bidan, dan bahkan dari selebgram, saya memutuskan untuk tetap ikhtiar memberikan ASI ke Rai sampai usianya 2 tahun. Insyaallah, tentunya atas seizin-Nya.

Memang perkara konsisten ngasih ASI ini gak mudah. Kebanyakan keluarga minta saya untuk segera menyapih Rai dan ngasih susu formula. Hm, selama ini saya belum pernah sekalipun ngasih Rai susu formula dan saya gak yakin dia bakal suka.

Awalnya galau dan kepikiran, tapi insyaallah saya tahu yang terbaik buat anak dan diri saya sendiri. Akhirnya saya tetap ngasih Rai ASI seperti biasa. Rai gak ngerasa aneh dengan ASI-nya, dan saya pun gak ngerasa ada keluhan apa-apa.

Karena saya sudah tidak bisa pompa ASI lagi, mengingat ASI nya yang sudah sedikit semenjak Rai mulai banyak makan, saya selalu sedia susu UHT putih untuk diminum Rai selama saya kerja.

Saya pilih susu UHT putih daripada susu formula setelah baca-baca banyak referensi. Konon, susu ini lebih rendah gula, lebih aman, dan lebih praktis.

Meski Rai suka susu UHT, dia tetap minum ASI, terutama waktu malam dan pagi.

Di kehamilan yang kedua ini saya gak merasakan banyak keluhan. Saya memang muntah dan pusing, tapi gak berlebihan.

Kehebohan justru datang dari suami saya yang kena serangan panik setiap saya muntah-muntah. Maklum, waktu hamil Rai dulu doi gak banyak menyaksikan langsung perjuangan saya karena kita masih LDR Bogor-Bandung.

foto: Raisan Al Farisi

Rainier juga sudah nunjukkin rasa cinta ke adiknya dengan cium-cium perut saya dan ikut oles-olesin minyak zaitun. Cuma memang anak ini masih manja banget, terutama ke saya. Kadang kalau di mana-mana cuma mau ke mominya, gak mau ke yang lain.

Ada sepercik rasa bersalah karena anak sekecil Rai harus sudah bertanggung jawab sebagai kakak. Tapi dalam hati kecil, saya senang karena Rai akan punya teman main, teman curhat, dan teman berbagi. Dan rumah akan semakin ramai.

Suami ingin sekali punya anak laki-laki, bahkan sejak kehamilan pertama. Walau begitu, jenis kelamin tak jadi perkara.

Meski nanti anak kedua saya perempuan, saya tetap bersyukur seperti saya bersyukur dilahirkan sebagai anak perempuan kedua di keluarga dan punya kakak perempuan yang jadi tempat berbagi.

Semua memang gak semudah dulu. Kali ini saya harus selalu bangun pagi (dan gak bisa tidur lagi), masak, urus keperluan anak dan suami, juga pergi kerja. Gak ada lagi waktu untuk leyeh leyeh dan leluasa tidur. Tapi saya sangat menikmati, alhamdulillah.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"