Pengalaman Menyapih Rainier, Antara Percaya dan Mendukung

Menyusui merupakan pengalaman terindah selama menjadi ibu. Saya termasuk beruntung karena bisa memberikan ASI untuk Rainier selama dua tahun.

Meski begitu, perjalanan menyusui Rai bukan perjalanan yang mudah karena kehamilan kedua saya saat Rai masih 15 bulan. 

Mulai dari rasa mulas setiap menyusui sampai desakan orang-orang terdekat untuk segera menyapih Rai karena takut berpengaruh pada kandungan. Sakit dan sedih.

Saya tetap berniat menyapih Rai di usianya yang ke-2. Sebelumnya intensitas menyusui Rai memang sudah dikurangi. Dia masih harus menyusu malam sebelum tidur, sedangkan siang hari sudah tidak menyusu.

Tanggal 1 Juli, untuk pertama kalinya saya mencoba untuk tidak menyusui Rai di malam hari. Hasilnya, Rai nangis semalaman. Meski begitu, dia akhirnya tidur setelah berjam-jam ngamuk.

Saat tengah malam Rai terbangun, saya kebingungan. Biasanya semua selesai dengan menyusu karena setelah menyusu, biasanya Rai akan kembali tertidur dengan sendirinya.

Malam itu, meski mata berat, saya meneguhkan hati untuk tetap tidak menyusui Rai. Rai yang saya gendong kemudian ngamuk dan nangis. Akhirnya, saya menyerah. Menjelang pagi, Rai kembali saya beri ASI.

Malam-malam selanjutnya berjalan cukup sulit. Perut saya sudah sangat besar dan sudah tidak kuat berlama-lama menggendong Rai. Puncaknya, Rai pernah terjaga sampai jam 4 subuh karena menangis minta susu.

Saya terus menerus luluh. Tidak tega. Setiap dia menangis saya kembali memberi ASI. Menyapih ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Tepat saat Rai ulang tahun ke-2, Mica lahir. Rai masih belum berhenti menyusu dan justru semakin menikmati karena air susunya semakin banyak.

Pikiran saya terpecah. Yang seharusnya fokus menyapih Rai, sekarang saya juga harus fokus mengurus Mica dan pemulihan pascalahiran. Akhirnya proses menyapih dikesampingkan dulu.
foto: Fira Nursyabani

Dua minggu kemudian, saya ingin kembali mulai menyapih Rai. Saya menghubungi Mama untuk meminta wejangan karena tidak ada tanda-tanda Rai mau disapih. PR terbesar saya adalah bagaimana meniduri Rai malam hari tanpa harus menyusui.

Mama meyakinkan saya kalau Rai memang sudah waktunya berhenti menyusu dan insyaallah asupan ASI-nya sudah cukup dua tahun ini. Mama juga minta saya melibatkan suami.

Kata-kata Mama jadi pemicu semangat. Ternyata menyapih bukan sesuatu yang harus saya upayakan dan perjuangkan sendirian. Ada kepercayaan yang harus saya bangun dari anak dan dukungan yang harus saya dapat dari luar.

Saya mulai 'berbicara' dengan Rai, memberikan afirmasi, bahwa saat ini sudah saatnya ia berhenti menyusu. Dan tak henti-hentinya saya meminta pertolongan Allah agar segala jalan bisa dimudahkan.

Saya juga mulai meminta bantuan suami dan membuat komitmen bersama. Suami setuju mengambil alih tugas menidurkan Rai dengan caranya sendiri.

Tanggal 26 Juli, untuk pertama kalinya Rai tidak menyusu semalaman. Ia terlelap digendongan saya dan saat terbangun di tengah malam, tanpa menangis dan minta ASI, ia langsung kembali tidur saat digendong. MasyaAllah.

Malam-malam berikutnya Rai berhasil tidur sendiri saat sedang nonton Y**T*** bareng popinya. Empat hari kemudian, Rai akhirnya bisa tidur tanpa nonton Y**T***.
foto: Fira Nursyabani

Lucunya, setiap ingin tidur Rai akan memeluk saya sambil memegang tahi lalat besar yang ada di ketiak saya. Tahi lalat ajaib ini bisa langsung membuatnya tertidur tanpa drama.

Besok-besoknya Rai sudah mulai terbiasa tidur tanpa menyusu, sudah tidak pernah minta susu, cuek saat lihat adiknya menyusu, dan bahkan sering menemani saya pumping tanpa kabita.

Betapa kekuatan pikiran dan afirmasi bisa mempengaruhi kehidupan. Karena di awal saya pikir menyapih Rai akan sulit sebab kondisi yang tidak memungkinkan, maka sulitlah proses itu.

Setelah saya pasrahkan semua ke Allah dan mengikuti alur-Nya, maka dimudahkanlah. Alhamdulillah, Rainier resmi disapih di usia 2 tahun lebih 17 hari.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"