Syahdu di Puntang

foto: Raisan Al Farisi

Awalnya kami mau anter Popi Raisan liputan soal kopi Puntang. Tapi sayang sekali, karena lagi gak musim panen, gak ada pohon kopi yang bisa difoto.

Melipirlah kami ke situs bersejarah stasiun radio Malabar yang ada di Gunung Puntang. Tempat ini merupakan stasiun radio pertama di Indonesia yang menjadi penghubung Bandung dengan Belanda sejauh 12.000 km.

Stasiun radio terbesar pada zamannya itu merupakan rancangan Dr Ir Cornelis Johannes de Groot, insinyur asal Jerman. Konon, gedung yang dibangun 1916 ini menjadi inspirasi lagu “Halo-halo Bandung” karya Ismail Marzuki.

Stasiun radio yang megah itu dihancurkan dalam insiden Bandung Lautan Api pada 1946. Hal ini yang membuat bangunan stasiun gak utuh. Hanya tersisa pondasi bangunan yang dilapisi lumut dan pepohonan.

foto: Raisan Al Farisi

Di depannya ada kolam berbentuk cinta yang sudah dibangun bersamaan dengan gedungnya. Tapi permukaan kolam ini ditutup papan. Menurut berita, kolam ini ditutup setelah muncul kafe yang diinisasi seorang ambasador Perhutani yang juga musisi kawakan tanah air. Jujur aja jadi kurang estetik.

Kami mencoba ikut makan di kafe ini, namanya Berg Puntang. Di sini hanya ada satu kontainer tempat mengolah dan menyajikan makanan/minuman, sementara pengunjung dipersilakan duduk dengan bebas di undakan yang ada di dekatnya.

Meski ada lahan komersil, bangunan stasiun radio Malabar tetap dibiarkan asri. Tapi kalau ke sini pastikan bawa jaket dan payung ya, karena anginnya besar dan gak ada tempat berteduh kalau tiba-tiba hujan.

Puntang hari ini juga syahdu, dikit dikit hujan, dikit dikit cerah.

foto: Raisan Al Farisi

Oia, untuk masuk ke kawasan Puntang, kami merogoh kocek Rp25.000 per satu orang dewasa plus Rp15.000 untuk parkir mobil. Masuk ke kawasan Stasiun Radio Malabar-nya kami juga dikenai retribusi sebesar Rp10.000 per satu orang dewasa.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"