A Light Short Story: Cinta Pada Pandangan Pertama Itu ... (2)

Di kampus, udara siang hari ini tidak begitu panas. Danish diam di dekat toilet wanita tempat pertama kali ia bertemu Eno. “Gue yakin gue pasti bisa ketemu dia lagi disini..” ucapnya dalam hati dengan penuh semangat. Tapi setelah satu jam berlalu, Danish menyerah sambil beranjak pergi dalam keputusasaan.

“Hei!” seseorang menepuk pundak Danish dan menyapanya.

“Eh ha..ha..ii..” Danish membalasnya dengan gugup.

“Gak nyangka kita ketemu lagi. Kemarin aku belum sempet minta maaf udah nabrak kamu sampe buku kamu jatoh-jatohan gitu ke lantai. Maafin aku ya.” Ujar seorang laki-laki yang berperawakan tinggi dan agak kurus, Eno.

“Ih gak apa-apa kok, lagian akunya juga lagi meleng.” respon Danish dengan gugup.

Eno berkata dalam hati, “gila ini cewek manis banget..”

“Kenalin, aku Danish. Ranum Danishraya. Aku jurusan tata busana. Kamu?” Danish yang gugup pun memberanikan diri untuk berkenalan dan menyodorkan tangannya.

“Aku Raeno Bagja. Panggil aja Eno. Kamu jurusan tata busana? Wah mau jadi desainer nih.” Eno menyambut tangan Danish dan memulai percakapan dengan hangat.

“Haha, bisa aja deh. Kamu sendiri jurusan apa?” Tanya Danish.

“Aku mau jadi musisi dan produser rekaman, coba tebak jurusan apa?” Eno balik bertanya.

“Emm, musisi ya? Pasti jurusaaaaaan tata boga!!! Ahaha. Musisi yang rekaman di dapur.. hahaha” canda Danish. Eno pun tertawa terbahak, ternyata perempuan yang disukainya sungguh menyenangkan, senangnya~

Esoknya, dua insan yang sedang jatuh cinta, Eno dan Danish, janjian untuk menghabiskan waktu siang berdua. Makan siang, bercengkrama, mengerjakan tugas. Tanpa mereka sadari, ada dua insan lain yang mencintai mereka lebih dari mereka mencintai satu sama lain.

“Kamu udah punya pacar?” tanya Danish tiba-tiba dengan wajah khawatir. Khawatir jika Eno ternyata telah memiliki kekasih, jantungnya berdegup kencang, keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya yang putih bersih.

Eno terdiam mendengar pertanyaan perusak suasana yang dilayangkan Danish, yang menurutnya tidak patut ditanyakan saat itu, es krim enak di mulutnya pun mendadak hambar. Atmosfer di antara mereka berubah menjadi dingin.

“Keliatannya gimana?” tanya Eno datar.

“Kamu ganteng, masa sih gak punya pacar, ciee..” Danish menggoda Eno, berharap Eno kembali menjadi ceria.

Eno tersenyum penuh arti, “aku suka kamu, Nish. Sejak pertama kali aku ngeliat kamu.” 

***

Alunan suara musik klasik terdengar dari kejauhan. Sore itu Valle duduk sendiri di lobby fakultas seni, menunggu Eno. Ia mengenakan baju terusan hitam dengan potongan lengan tanggung, rambut hitamnya terurai panjang, pandangannya kosong. Valle dan Eno memang sudah membuat janji untuk bertemu di tempat itu.

Tak lama, Eno menghampiri dan duduk disamping Valle. Mereka berdua terdiam selama beberapa menit. “Kamu tau cinta pada pandangan pertama?” Eno memulai pembicaraan, tatapan matanya menerawang jauh.

“Iya aku tau.” Jawab Valle.

“Kamu percaya?” tanya Eno lagi.

“Cinta pada pandangan pertama itu hanya salah satu cara bagaimana cinta itu datang. Yang aku tau, aku cinta kamu. Entah bagaimana cara Tuhan memberi perasaan cinta itu ke aku dulu.” Valle berbicara sambil menahan tangis, matanya berkaca-kaca.. “Kamu bukan lagi jatuh cinta sama aku ya?” satu bulir air mata mengalir di pipinya.

“Maafin aku..” Eno menatap Valle, matanya memerah.

“Kenapa tidak diciptakan satu hati untuk satu hati yang lainnya. Kenapa harus ada satu hati untuk banyak hati?” Valle menghapus air matanya.

Eno terdiam.

“Baiklah.. biarkan Tuhan yang mempertemukan kita, lalu Tuhan yang memisahkan kita, dan suatu saat Tuhan pula yang menyatukan kita kembali.” Valle menggenggam tangan Eno, lalu beranjak pergi.

Tinggallah Eno sendiri. Ia menatap Valle yang sudah semakin menjauh, nafasnya terasa sesak, air mata sudah tak dapat lagi ia bendung.  “Apa yang sudah saya lakukan..” Eno menunduk menutup wajahnya. Valle sudah hilang dari pandangan Eno, dan juga hilang dari hidupnya.

***

Koridor fakultas seni begitu sunyi bagi seorang Bayu yang baru saja mendengar sahabatnya telah memiliki pacar. “Danish gak semudah itu jatuh cinta. Kenapa dia bisa punya pacar? Gue yang disamping dia dari dulu aja gak pernah bisa dapetin hatinya? Kenapa? Siapa sebenernya cowok brengsek itu!” Bayu mengumpat dalam hati. Ia terus berjalan menyusuri lorong-lorong kelas yang gelap.

Jalanan kampus sudah sepi, Bayu semakin termenung, biasanya ia tidak pernah merasa kesepian karena selalu ada sahabatnya, Danish, yang selalu menemani. “Brug!!” Bayu yang berjalan dengan tatapan kosong tanpa sengaja menabrak seorang perempuan hingga terjatuh. Usia perempuan itu kira-kira sama dengannya, rambutnya tergerai indah, badannya semampai dengan balutan gaun klasik hitam polos.

“Eh eh aduh sorry, kamu gak apa-apa?” ujar Bayu.

“Iya aku gak apa-apa, maaf tadi aku gak liat kamu.” Ujar perempuan itu dengan kaget.

“Kamu kenapa? Ada masalah? Maaf mata kamu sembab gitu? Kamu lagi ada masalah yah? Lagi dikejar penculik atau apa?” Bayu memborong beberapa pertanyaan sekaligus setelah melihat mata sembab dari perempuan yang ditabraknya itu. “Eh maaf mbak, saya Bayu. Kamu siapa?”

“Saya Vallerie.” Ujar perempuan yang ternyata adalah Valle, mantan kekasih Eno.

“Saya manggilnya Val, Lerie, atau Valle, atau Alle? Atau apa yah?” Bayu mendadak gugup.

“Apa aja..” Valle tersenyum dan berusaha bangkit.

“Mbak Valle, jangan sedih. Saya jadi ikutan sedih nih, gimana kalo saya ajak minum dulu di situ tuh.. Gimana? Mau? Supaya mbaknya tenanglah. Oke?” Bayu menunjuk satu kantin kecil penjual minuman.

“Tapi saya mau pulang, maaf ya..” Valle menjawab dengan lemas.

“Eh tunggu dulu mbak,” ujar Bayu menghalangi. “Saya merasa harus tanggung jawab udah nabrak mbak, mau ya? Please..” kali ini Bayu membujuk Valle agar mau ikut ajakannya. Dan Valle pun luluh, ia memang sedang butuh teman setelah patah hati dari Eno.

Suasana begitu canggung. Valle diam termenung seperti sedang memikirkan suatu masalah yang amat berat, sedangkan Bayu juga ikut terdiam melihat sikap Valle yang dingin. “Kenapa gue tiba-tiba nahan cewek ini buat pergi? Tapi cewek ini emang menarik banget, lucu, ngingetin gue sama seseorang, Danish. Ya, Danish yang udah jadi milik orang lain.” Bayu berkata pada dirinya sendiri di dalam hati.

“Emm, tadi nama kamu siapa yah? Maaf aku lupa..” Valle tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka.

“Err, Bayu. Saya Bayu mbak, nama lengkapnya Bayu Dimas. Mbak bisa manggil saya Ubay, Abuy, Uyab, Ayub, apa aja boleh deh terserah mbak asal mbak senang, jangan sedih lagi ya. Sebenernya mbak kenapa sih matanya sembab gitu? Abis nangis kan yah? Iya dong, gak mungkin abis kelilipan. Kenapa mbak, cerita aja sama saya, siapa tau saya bisa jadi pendengar yang baik buat mbaknya ini.” Bayu berbicara panjang lebar.

“Jangan panggil saya mbak, nanti kamu saya panggil mas, mau?” Valle bercanda.

“Mau dipanggil apapun saya rela deh mbak, eh Val.” Bayu senyum-senyum. “Gila gue kenapa jadi kesemsem gini sama ni cewek..” suara hati Bayu berbicara lagi.

“Aku lagi patah hati Bay..” Valle memulai sesi curhat di antara mereka.

“Wah saya juga, sama dong kita. Toss!!” Bayu mengangkat tangannya, berharap Valle menyambut, namun Valle hanya memasang wajah datar melihat tingkah laku Bayu. “Eh maaf, saya emang suka over acting. Hehe.” Ujarnya malu.

“Kamu juga patah hati?” Valle bertanya masih dengan wajah yang datar.

“Yah patah hati saya mah gak penting, saya patah hati sahabat saya punya pacar. Harusnya sih seneng dia punya pacar, tapi saya malah kesel. Saya suka sama dia, Val. Saya udah jadi sahabat dia dari SMA. Tadinya sih saya mau pedekate, eh malah dijadiin sahabat, sampe sekarang. Susah deh, mau saya tembak juga dianya kaya yang emang udah bener-bener nganggep saya sahabat. Saya gak tau dia nyadar apa nggak kalo saya suka. Harusnya sih nyadar, dia kalo kemana-mana saya yang anter, kalo ngapa-ngapain saya yang ngebantuin, ibunya kalo ada apa-apa nanyain dia ke saya. Saya udah kaya pacarnya dia, cuma gak ada status aja. Makanya saya patah hati banget waktu dia punya pacar, sedih.” Bayu lagi-lagi bercerita panjang lebar. Valle mengangguk-ngangguk. “Eh, kenapa jadi saya yang curhat? Kan saya mah mau ngedengerin kamu curhat, ya ampun maaf ya Val. Hehe. Kamu patah hati kenapa?” tanya Bayu.

“Aku putus sama pacar aku, kayanya sih dia suka sama orang lain.” Valle bercerita.

“Siapa?” tanya Bayu lagi.

“Aku gak tau. Dan aku gak mau tau.” Valle tertawa lirih, “Ini pertama kalinya aku serius sama cowok, tapi malah kaya gini. Kita gak selalu bisa dapet apa yang kita mau ya..”

“Iya.. Kamu yang sabar ya, jangan sedih, kan masih ada Bayu di sini. Kita satukan kekuatan, the power of heartbroken. Hahahahaha.” Bayu mencoba menghibur Valle dengan banyolan garingnya.

“Hah? Kekuatan apaan itu? Lebih tepat disebut the power of galau kali yaa.. hahaha.” Mereka berdua akhirnya saling mengobati hati satu sama lain.

***

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"