Hatiku Tertinggal di Kamboja (1)

foto: Fira Nursya'bani

Setelah sekian lama gak dapet tugas ke luar kota dari khayangan, akhirnya saya bisa liputan jauh lagi ni. Kali ini saya diminta untuk ikut rombongan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ke Kamboja.

Yeay akhirnya ke luar negerii.

Awalnya saya akan diajak ke Myanmar. Tapi beberapa hari sebelum keberangkatan, pihak EO yang mengurusi perjalanan ini mengabari kalau saya bakal ikut ke Kamboja untuk menggantikan wartawan media lain yang batal ikut. Baiklah, itung itung saya liburan sebelum nikah.

Saya sudah di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 08.00 WIB, dianter Raisan. Di bandara ini ada insiden yang gak mengenakkan nih, saya baru inget gak bawa paspor pas mau masuk ke terminal 2. Gilak gak tuh.

Untungnya Raisan belum jauh dari kawasan bandara dan langsung telfon Bapak untuk minta tolong bawain paspor dari rumah.

Alhamdulillah Bapak belum berangkat kerja dan jalanan Bogor-Jakarta lengang hingga paspor bisa sampai di tangan saya dengan selamat. Uhuhu. *toyorself

Di perjalanan ini saya bertemu dengan Mbak Dian dari EO, Pak Joko dan Mas Erwin dari Kemenpar, juga om-om dan tante-tante penari dari AZ Dancers.

Btw, wartawan yang ikut cuma saya. Di Phnom Penh, Kemenpar akan mengadakan acara Indonesia Tourism Table Top (ITTT).

Saya dijadwalkan naik Malaysia Airlines dan akan transit dulu di Kuala Lumpur, sebelum akhirnya terbang ke Phnom Penh. Asli saya baru tau lho kalau dari Indonesia gak ada penerbangan langsung ke Kamboja meski sesama negara anggota ASEAN.

Pelayanan Malaysia Airlines cukup baik dan pesawatnya juga cukup nyaman, gak ngaret pula. Gak terasa saya udah sampe aja di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) dalam waktu kurang dari tiga jam.

Oh iya, zona waktu di sini satu jam lebih awal dibandingkan dengan Jakarta.

Suasana di KLIA mirip kayak Soekarno Hatta, cuma agak lebih mewah aja sih ruang tunggunya. Karena Malaysia masyarakatnya mayoritas Islam, di sini juga tersedia musala, jadi gak susah deh pas mau salat.

foto: Fira Nursya'bani

Jam 16.40 kita harus take off ke Phnom Penh. Jadi setelah salat kita langsung cari gate H8. Agak puyeng sih karena bandara ini besar banget.

Setelah lelah mencari, akhirnya saya, Mbak Dian, Pak Joko, dan Mas Erwin naik sky train untuk pindah terminal. Tapiii waktu kita tanya-tanya, ternyata gate H8 itu justru ada di terminal awal. Alamak. Lalu kita balik naik sky train lagi.

foto: Fira Nursya'bani

Ini pertama kalinya saya naik sky train bandara. Di Indonesia aja sky train baru ada belum lama ini di Bandara Soekarno-Hatta.

Walaupun jarak antar terminal gak terlalu jauh, tapi dari dalam sky train di KLIA ini saya disuguhi pemandangan yang ciamik lho. Walaupun saya akui lintasannya agak ngeri.

Di dalamnya gak ada tempat duduk kayak di commuter line. Semua penumpang berdiri di dalam kereta yang panjangnya kira kira sekitar satu gerbong commuter ini. Jadi karena jalannya agak ngeri, kita wajib pegangan supaya gak jatuh.

Di terminal awal akhirnya kita bisa juga menemukan gate H8, setelah jalan agak jauh. Alhamdulillah ya Allah. Untung bandara ini bagus desain interior nya, jadi gak sepet di mata. 

foto: Fira Nursya'bani

foto: Fira Nursya'bani

Kita masih naik Malaysia Airlines untuk bisa sampai Phnom Penh. Waktu naik pesawat kedua ini saya sempat digodain sama pilotnya, karena salah nunjukkin tiket.

Yang saya tunjukkin malah tiket pesawat Jakarta-Kuala Lumpur, bukan Kuala Lumpur-Phnom Penh.

"Are you sure you're not in a wrong flight?" katanya sambil ketawa tengil. "Oh my God, this is my ticket. You scare me," balas saya. "I'm not scaring you, darling. Take your seat," katanya sambil ketawa. Dan hampir semua penumpang digodain sama doi.


Hari pertama

Perjalanan ke Phnom Penh ditempuh sekitar tiga jam dari Kuala Lumpur. Bandara Internasional Phnom Penh yang saya liat sih biasa aja, gak sebagus bandara internasional di Indonesia atau Malaysia.

Pas nyampe, kita disuruh isi formulir yang isinya informasi mengenai tujuan kita datang ke Kamboja dan di hotel mana kita akan tinggal.

foto: Fira Nursya'bani

Anehnya, waktu keluar bandara kita gak diperiksa lagi sama imigrasi. Petugas bandaranya pun kayak yang ogah-ogahan gitu jagain pintu keluarnya. Padahal ini bandara internasional lho.

Di luar bandara, mbak Dian langsung beli kartu seluler dengan nomor Kamboja yang banyak dijual di kios-kios. Tapi saya gak beli, mending ngandelin WiFi aja.

Btw, di Kamboja zona waktunya ternyata sama kayak waktu Indonesia barat (WIB) di Indonesia, jadi gak ada jet lag antara saya dan keluarga di rumah.

Sebuah mobil travel sudah menunggu kita dan siap mengantar ke hotel. Langit sudah mulai gelap, tapi saya belum mau terlelap. Saya penasaran banget sama Ibu Kota Phnom Penh.

Kalau di Jakarta, keluar bandara biasanya kita lewatin jalan tol. Tapi di sini, gak ada yang namanya jalan tol. Semua jalan yang saya lewati adalah jalan raya biasa, ada mobil dan motor.

Jalan-jalan protokolnya pun gak sebersih Jakarta, masih banyak terlihat sampah dan kawasan kumuh. Emaap nih ya jadi ngebandingin sama Jakarta, soalnya emang beda banget.

Ada satu hal yang paling menarik perhatian saya. Di sepanjang jalan banyak banget saya lihat seperti (maaf) 'warung' penjaja perempuan.

Warung macam ini tentunya gak lazim di Indonesia, karena perempuan-perempuan itu bener-bener dijejerin di depan warung. Gilak sih.

Para perempuan itu duduk di kursi-kursi yang disediakan pemilik warung. Mereka berpakaian lumayan seksi, dan terlihat saling bercengkrama satu sama lain.

Sebenernya saya gak tau juga apa yang ada di dalam warung itu. Kayaknya sih tempat karaoke gitu. Sayang banget ponsel saya abis batre, jadi gak bisa foto. Uhuhu.

'Warung' lainnya yang menyita perhatian saya adalah warung minuman keras (miras). Semua warung miras ini berdinding kaca transparan dan dari luar terlihat puluhan botol miras berjejeran dari bawah sampai ke atas rak.

Wadoh, kalau di Indonesia udah digerebek polisi ini.

Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih satu jam, tibalah kita di Anik Boutique Hotel yang ada di 158 Street Norodom Blvd, Sangkat Tonle Bassac, Khan Chamkarmon, Phnom Penh. Di hotel ini lah rencananya kita akan menginap.

Tapi ternyata ada sedikit masalah antara pihak hotel dengan EO dari Kemenpar. Entah kenapa hanya sebagian dari rombongan yang nginep di hotel ini, sementara sebagian lainnya terpaksa harus cari hotel lain.

Jadi yang nginep di sini adalah saya, Pak Joko, Mas Erwin, dan Mbak Dian beserta beberapa anggota EO lainnya.

Fiuh akhirnya bisa nemu kasur juga nih. PR saya di hotel ini adalah: nyari kiblat untuk salat.

Selamat malam Kambojaaa, saya istirahat dulu.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"