Hatiku Tertinggal di Kamboja (3)

Hari ketiga...

Saya sudah membuat janji untuk wawancara eksklusif dengan Duta Besar RI untuk Kamboja Bapak Pitono Purnomo di KBRI Phnom Penh yang beralamat di 1 Oknha Nhek Tioulong St. 

Setelah didrop oleh orang Kementerian Pariwisata (Kemenpar), saya ditemani mbak Avi dari KBRI untuk bertemu Pak Pitono. Bangunan KBRI Phnom Penh gak terlalu besar, tapi asri dan bergaya klasik.


KBRI Phnom Penh. (foto: Fira Nursya'bani)


Cuaca Phnom Penh siang ini kebetulan lagi panas menyengat. Beruntung saya bisa ngadem sebentar di ruangannya mbak Avi.

Pak Pitono dengan ramah menyambut saya di ruangannya. Senang rasanya bisa ngobrol-ngobrol sama beliau.

Dari banyaknya hal yang kita bicarakan, saya tertarik soal bagaimana Kamboja bisa dengan mudahnya menarik wisatawan lewat alkohol. Negara yang masuk dalam kategori Least Developed Countries (LDC) ini bahkan mampu mendatangkan 5 juta wisatawan per tahun. Gilee..

Menurut Pak Pitono, minuman beralkohol atau minol bisa sangat mudah ditemui di Kamboja dengan harga yang sangat murah. Tuh bener kan, saya memang terheran-heran lihat buanyak banget kios-kios yang menjajakan minol secara terang-terangan.

Jika di Indonesia wisatawan asing harus menghabiskan Rp30.000 sampai Rp40.000 untuk segelas bir, di Kamboja wisatawan cukup merogoh kocek 50 sen atau Rp7.000.

Lucunya, banyak orang-orang Eropa dan AS yang datang ke Kamboja untuk menikmati minol dari negara mereka dengan harga lebih miring. Dengan merk yang sama, minol tersebut dijual jauh lebih mahal di Barat karena terkena pajak penjualan dan pajak barang mewah.

Selain minol, hal 'haram' lain yang menjadi daya tarik Kamboja bagi turis asing adalah kasino. Pajak kasino di Kamboja bahkan mendatangkan devisa sebanyak 40% dalam sektor pariwisata. Ucet..

Di Phnom Penh ada kasino terbesar yakni NagaWorld, yang beroperasi 24 jam. Ternyata, NagaWorld dan kasino-kasino lainnya di kota ini cuma boleh dimasuki oleh wisatawan asing, sementara pribumi Kamboja dilarang. Hm bisa gitu ya.

Pak Pitono lalu mengungkap fakta mengejutkan lain. Sudah ada 1.300 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di kasino-kasino Kamboja. Mereka kebanyakan ahli-ahli IT yang dipekerjakan untuk menjadi operator judi online. Gustii..

Tapi Pak Pitono mewanti-wanti agar Indonesia gak mencontoh Kamboja yang memanfaatkan minol dan kasino demi mendatangkan wisatawan asing. Udah paling bener Indonesia ngejual keindahan alam dan keramahan warganya aja deh. 

foto: Mb Avi
Percakapan kami lainnya yang menarik adalah tentang harga obat paten yang sangat muahal di Kamboja. Pak Pitono mendorong pasar obat generik di Indonesia untuk masuk ke negara ini.

Menurutnya, gak mudah bagi warga Kamboja untuk bisa menemukan obat generik yang harganya jauh lebih terjangkau. Jadi, ada prospek yang bagus bagi bisnis farmasi Indonesia karena daya beli masyarakat Kamboja masih rendah.

Untuk membeli obat paten, seorang buruh di Kamboja yang berpenghasilan 200 dolar AS per bulan, harus menghabiskan uang sekitar 40 dolar AS dalam satu kali berobat. Sementara membeli obat generik hanya memerlukan biaya kurang dari 10 dolar AS dalam satu kali berobat.

Tapi ngerinya, kalau mau masuk pasar Kamboja, perusahaan farmasi Indonesia harus menghadapi pemblokiran dari kartel obat setempat, serta menghadapi permainan antara produsen, distributor, dan bahkan dokter. Huhu pusing deh ah.

Gak terasa waktu sudah siang. Saya harus mengakhiri pertemuan dengan Pak Pitono karena sudah dijemput mbak Tanjung dari Kemenpar.

Sehabis ini saya harus mengikuti kegiatan Indonesia Tourism Table Top (ITTT) yang digelar Kemenpar di Hotel Sofitel Phnom Penh, 26 Old August Site, Sothearos Boulevard. Nanti acara ini akan dihadiri uleh Pak Pitono juga. Sampai jumpa malam nanti, Pak.

Sebelum menuju venue, mbak Avi ngajak rombongan KBRI dan Kemenpar untuk makan siang di Warung Bali, di 178 Street, No.25 Eo. Meski namanya Warung Bali, kedai ini gak khusus menjual masakan Bali, tapi menyediakan beragam masakan Indonesia.

foto: Fira Nursya'bani


foto: Mb Tanjung


Ada cerita lucu di Warung Bali ini. Mbak Santi dari KBRI penasaran sama menu jus kelapa dan pesan minuman itu. Setelah dicoba, rasanya kayak santan dan akhirnya gak doi minum lagi, langsung beli minuman biasa. Haha. Kebayang gak sih minum santan mentah.

Pak Kasmin pemilik Warung Bali. (foto: Fira Nursya'bani)
Saya sempat wawancara pemilik Warung Bali ini, namanya Pak Kasmin, asal Cilacap. Pak Kasmin ini sudah lama tinggal di Kamboja. Awalnya belio bekerja di perusahaan telekomunikasi, tapi kemudian banting setir membuka warung makan.

Warung Bali biasanya ramai didatangi warga Indonesia. Tapi di sini juga jadi tempat favorit bule-bule lho.

Kedai ini tempatnya gak terlalu luas, tapi pengunjungnya banyak. Dindingnya dipenuhi dengan pernak pernik Indonesia.

Setelah puas makan masakan Indonesia, kita lanjut jalan ke venue ITTT.

Jadi ITTT ini semacam acara roundtable yang mempertemukan 9 agen perjalanan Indonesia dengan 39 agen perjalanan Kamboja. Para agen perjalanan Indonesia diberi kesempatan untuk mempromosikan wisata Indonesia sesuai dengan domisili mereka.

Di sela-sela acara, saya sempat berbincang dengan Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Tenggara Kemenpar Ibu Rizki Handayani. Menurutnya, Indonesia sedang membidik wisatawan Kamboja karena perekonomian negara itu sedang merangkak naik.

Yang penting perkenalkan aja dulu wisata-wisata Indonesia via agen perjalanannya, siapa tahu lama-lama masyarakat Kamboja akan tertarik dan berbondong-bondong ke Indonesia, yekan.

foto: Ms E

Tapi sayang, sampai saat ini belum ada penerbangan langsung dari Kamboja ke Indonesia, begitupun sebaliknya. Jadi PR buat pemerintah nih.

Setelah acara selesai, kita semua berkumpul di main hall untuk makan malam. Di sini saya bertemu lagi sama Pak Pitono. Belio memperkenalkan saya kepada istrinya.

Kalau biasanya pejabat suka jual mahal, apalagi sama wartawan, Pak Pitono dan istrinya amat sangat ramah. Bu Pitono bahkan ngajak saya ngobrol dan mempersilakan saya menikmati acara.

foto: Fira Nursya'bani
Dalam acara makan malam ini, ceritanya Pak Pitono dan istri, serta petinggi-petinggi Kemenpar, diminta untuk jadi 'pelayan' bagi para tamu yang datang. Mereka bersiap di belakang buffet dan mengambilkan makanan ke piring tamu yang berbaris.

Wah sebuah penghormatan nih bisa dilayani oleh Dubes. Makanannya pun enak-enak.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan dari bos sebuah maskapai penerbangan asal Singapura. Ada cerita juga nih dibalik ini.

Awalnya KBRI Phnom Penh ngundang bos maskapai penerbangan asal Indonesia, dan udah oke. Di waktu-waktu mepet, ternyata maskapai itu membatalkan kedatangan. Kalang kabutlah mbak Avi.

Untungnya dia langsung ngontak maskapai penerbangan asal Singapura itu. Keren dong, bosnya menyetujui dan langsung hari itu juga terbang dari Singapura ke Kamboja.

Jadilah hari ini para tamu dapat sedikit pencerahan mengenai maskapai ini.


foto: Fira Nursya'bani


Hari ini sungguh penuh dengan hal-hal baru bagi saya. Alhamdulillah. Sesampainya di hotel saya langsung istirahat karena besok ada penerbangan pagi ke Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"