Wawancara Eksklusif Menlu Retno LP Marsudi

foto: Fira Nursya'bani

Susah juga sih kalau tiba-tiba diminta untuk wawancara eksklusif dadakan sama kantor. Untung wawancara kali ini seru banget bareng perempuan keren, bu Menlu Retno LP Marsudi di kantornya.

Sebenarnya saya sudah beberapa kali datang ke Kemenlu untuk ikut press briefing mingguan. Tapi baru kali ini masuk ke kantor pribadi bu Menlu.

Wawancara eksklusif ini menyoal ketegangan yang terjadi di Kompleks Masjid al-Aqsha, Yerusalem. FYI, Jumat 14 Juli lalu, baku tembak terjadi di kompleks masjid yang menyebabkan tiga warga Palestina dan dua polisi Israel tewas. Akibatnya, Israel memutuskan untuk memasang pelacak logam di pintu masuk kompleks.

Perangkat keamanan yang dipasang Israel sontak membuat umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Yerusalem, marah. Bentrokan terjadi selama hampir dua pekan.

Bahkan Imam Masjid al-Aqsha, Sheikh Ikrima Sabri, ditembak pakai peluru karet saat sedang salat Jumat di luar masjid. Beliau menyerukan agar umat Islam gak masuk dulu ke al-Aqsha sampai alat pelacak logam dilepas.

Alhamdulillah, hari ini Bu Menlu dapat informasi dari Dubes RI di Amman Yodania, Andy Rachmianto, kalau pelacak logam di al-Aqsha sudah dilepas.

Berikut petikan wawancara tim Republika bareng Bu Menlu, Selasa 25 Juli 2017.


Bagaimana posisi Indonesia terhadap Palestina dan al-Aqsha? 

Insiden ini merupakan satu letupan yang disebabkan karena core isunya belum bisa di-address secara sempurna, yaitu isu mengenai masalah Palestina-Israel. Indonesia selalu ada di garis paling depan saat kita berbicara mengenai Palestina.

Semua layer, semua front, semua pertemuan, isu Palestina selalu kita bawa. Bahkan kita bawakan tidak hanya dalam pertemuan sesama negara Islam, tetapi justru sudah melangkah lebih jauh dengan Swedia.

Setiap saya berbicara dengan teman-teman di Eropa, saya meminta dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Palestina selalu kita gendong dalam politik luar negeri kita. 


Bagaimana komunikasi Indonesia dengan negara-negara lainnya?

Komunikasi saya yang pertama adalah dengan Menlu Yordania. Mengapa Menlu Yordania? Karena Raja Yordania sebagai pengampu dari Masjid al-Aqsha, oleh karena itu saya perlu berbicara dengan Yordania, untuk menyampaikan posisi kita, mendengarkan concern dia seperti apa, dan saya menyampaikan apa yang bisa kita lakukan bersama untuk mencegah meningkatnya ekskalasi.

Masalah utamanya adalah yang pertama ada pembatasan akses beribadah. Beribadah adalah hak yang harus dihormati. Yang kedua, Indonesia khawatir situasi ini akan mengubah status quo, oleh karena itu dalam posisi Indonesia, kita menyerukan pentingnya me-maintain status quo.

Dan yang ketiga, Indonesia mengharapkan agar kekerasan diakhiri. Kita tidak ingin kekerasan berlanjut dan memakan korban. Kita melihat korban jatuh dan luka-luka, kita sangat tidak mau hal itu terjadi.

Selain dengan yordania, saya juga berbicara dengan banyak pihak, termasuk Turki, Menlu Palestina, Menlu Swedia karena Swedia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Dengan Jeddah dan Riyadh, saya berbicara dengan Dubes dan Konjen di sana. Kemarin ada pertemuan wakil tetap negara-negara OKI di Jeddah. Saya juga memberi tahu posisi Indonesia.


Bagaimana komunikasi dengan AS sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB?

Komunikasi dengan AS bukan untuk pertama kalinya. Komunikasi saya dengan Menlu Rex Tillerson cukup lancar. Untuk berbicara mengenai isu Palestina-Israel, AS memegang peranan yang sangat strategis.

Saya perlu berbicara dengan AS, untuk menyampaikan posisi kita, untuk menyampaikan perspektif dunia Islam terhadap situasi seperti ini. Yang saya bahas adalah mengenai apa arti al-Aqsha bagi Indonesia, supaya AS paham sensitifitas dari isu ini.

Saya sampaikan, saya khawatir, apabila isu ini tidak bisa di-address dengan baik, maka efeknya terhadap dunia Islam akan besar. Bukan tidak mungkin akan terjadi juga ketegangan di luar al-Aqsha.

Penting bagi AS untuk segera bertindak agar ekskalasi tidak terjadi. AS concern terhadap ekskalasi, dia sepakat untuk melakukan deeskalasi situasi, dia juga sepakat mengenai pentingnya mempertahankan status quo.

Saya juga melakukan komunikasi dengan Dubes RI di New York, karena ada sidang tertutup Dewan Keamanan PBB yang membahas situasi di al-Aqsha. Besok akan ada open session Dewan Keamanan PBB. Saya sudah meminta Dubes kita untuk memberikan statement, selasa waktu New York.



Apa langkah Indonesia untuk mendorong OKI lebih aktif dalam isu ini?

Dari Yordania, saya memperoleh info, Liga Arab akan mengadakan sidang pada 27 Juli. Kita juga mendorong OKI untuk melakukan spesial session yang insya Allah akan kita adakan pada 1 Agustus.

Dalam pembicaraan dengan OKI, Indonesia menyampaikan bahwa lahirnya OKI adalah untuk Palestina. Indonesia mengingatkan, jangan lupa, kita punya satu tugas utama yang melahirkan OKI, yang belum kita selesaikan.

Jadi tidak ada opsi lain untuk kita selain bersatu terus mendukung Palestina di manapun kesempatannya. Secara jelas ada dalam Deklarasi Jakarta sebagai hasil dari KTT OKI yang digagas Indonesia pada 2015.

Hari ini saya akan melakukan pertemuan dengan Dubes OKI di Jakarta. Saya perlu menyampaikan pesan kepada Dubes OKI sebelum pertemuan Liga Arab, agar mereka bisa menyampaikan pesan ke negara masing-masing mengenai posisi Indonesia, apa yang telah dilakukan Indonesia, dan apa yang akan terus dilakukan Indonesia.


Sebagai negara middle power, seberapa besar peluang Indonesia dalam proses diplomasi untuk Palestina?

Apapun yang bisa kita lakukan, kita akan lakukan. Dan kita akan menggunakan semua cara untuk terus memberikan dukungan pada Palestina. Palestina mengatakan, mereka sangat mengapresiasi peran yang terus dilakukan Indonesia.

Kita sadar jalan yang akan kita lewati bukan jalan yang lurus, sangat sulit. Selalu pilihan kita ada dua, melakukan sesuatu atau tidak melakukan apa-apa. Saya atas nama Indonesia memilih untuk melakukan sesuatu.

Kalau satu negara yang berjuang, pasti efeknya lebih kecil daripada yang berjuang itu banyak. Tekanan itu harus diberikan sebanyak mungkin. Kita harus berjuang bersama-sama.

Ada hal-hal yang bisa kita kontrol, ada juga hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, tapi setidaknya kita memberikan tekanan untuk hal-hal yang tidak bisa kita kontrol itu. Ada hal-hal yang di luar kemampuan kita, kita tetap mencoba mencari jalan untuk berkontribusi akan hal-hal yang tidak sepenuhnya bisa kita kontrol itu.

Kita melihat isu ini sebagai isu yang lebih dari isu agama, tapi ini mengenai kemerdekaan, karena telah benar-benar dimandatkan di dalam pembukaan UUD 1945.

Khusus al-Aqsha kita sedang coba mengkaji mengenai kemungkinan adanya internasional protection. Kita tidak ingin ini terjadi lagi. Pembatasan ibadah adalah sesuatu yang sangat buruk, maka harus ada ekstra upaya yang harus kita lakukan untuk menjamin tidak ada pembatasan keamanan di masa depan.

Saya tidak bisa menjelaskan kira-kira konsepnya seperti apa. Tapi sejak semalam, tim di Jakarta sedang bekerja untuk melihat kemungkinan seperti apa bentuknya. Tentunya hal ini harus dicek di hukum internasional, hukum humanitarian, dan dari berbagai aspek.

Saya juga meminta tim New York untuk melakukan hal yang sama. Besok kita sudah bisa compare dua tim ini, Jakarta seperti apa, New York seperti apa. Kemudian bisa kita suarakan saat pertemuan OKI. Kalau OKI harapannya ada solid decision, untuk berjuang bersama.


Bagaimana kontak Indonesia dengan Ramallah?

Dengan Ramallah, kami melakukan komunikasi dengan Dubes kita di Amman. Kami terus kontak dengan lapangan. Dubes Amman salah satu yang terbaik. Saya dapat foto tadi pagi soal pembongkaran metal detector. Tetapi saya minta cek apakah ada perangkat keamanan lain yang digunakan di al-Aqsha. 


Bagaimana posisi Indonesia terhadap Palestina untuk jangka panjang?

Posisi kita sangat jelas untuk mendukung two state solution. Pada saat kita menjadi tuan rumah KTT, kita juga memberikan dukungan terhadap upaya Prancis. Prancis sudah melakukan dua kali konferensi mengenai Palestina dan Indonesia ada di situ.

Dari awal kita sudah melakukan komunikasi intensif dengan Prancis dan dengan pihak lain. Ke depannya, rencananya adalah kita mengundang pihak-pihak yang bersengketa.


Apa perlu ada boikot untuk produk-produk Israel?

Sebenarnya sudah ada seruan untuk itu, tapi ada hal-hal lain yang bisa dilakukan, misalnya keberpihakan media dalam mendukung Palestina. Dan di dalam Deklarasi Jakarta, hal itu juga dimuat. Saya kita masing-masing dari kita bisa melakukan sesuatu untuk Palestina.

Kita juga me-lobby anggota Dewan Keamanan PBB. Apa yang dilakukan Indonesia bukan hanya bicara, tetapi kita lakukan apa yang kita bisa.



Apa ada pesan yang ingin disampaikan?

Saya sangat mengharapkan dukungan seluruh masyarakat Indonesia dalam perjuangan kita. Ada hal yang kita coba optimalkan, jangan pernah mempertanyakan perjuangan kita. Palestina ada di jantungnya politik luar negeri Indonesia dan di setiap helaan nafas politik luar negeri Indonesia, di situ ada Palestina.

Kami melakukan komunikasi dengan semua pihak dan di beberapa titik diintensifkan komunikasinya. Kita gempur dari semua sisi.



(Wawancara eksklusif Republika dengan Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi diterbitkan di Harian Republika edisi 26 Juli 2017, Hal. 1 dan 9. Wawancara diterjemahkan oleh Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk kemudian dilaporkan ke DC di AS)

sumber: epaper.republika.co.id

sumber: epaper.republika.co.id

Terima kasih ibu Retno. Semoga ini menjadi jalan jihad untuk kita semua. *dan akhirnya bisa selfie sama bu menteri*

dok foto: Fira Nursya'bani

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"