Surat Cinta untuk Suami


foto: Muhammad Eldi Sudradjat

Dear suamiku Raisan Al Farisi,


Terima kasih, hari ini kamu gak hanya menghadap Bapak, tapi juga menghadap Allah untuk meminangku. Ternyata fotografer yang setiap hari panas-panasan, bisa kelihatan keren juga ya saat nikahan.

Bukan kamu yang berhasil merayu aku untuk menikah, tapi aku yang mulai menyadari gak mau jauh-jauh berpisah dari kamu.

Sebenarnya aku sebal juga pakai bedak berlapis-lapis, tapi waktu kamu bilang aku cantik selepas akad, aku berjanji akan selalu cantik untuk kamu.

Aku juga senang karena kamu mau aku ajak pakai baju hitam saat resepsi. Aku memang gak punya pernikahan impian, tapi aku pengen banget pas nikah pakai kebaya warna hitam. Panas memang, maaf ya.

Dua tahun lalu di bulan ini, kamu mengungkapkan perasaan. Aku ingat betul. Sebelumnya kamu cuma chatting malu-malu, yang aku balas ogah-ogahan. Aku memang gak bisa menunjukkan ketertarikan dengan orang baru.

Mungkin dulu aku cuek banget ke kamu, tapi diam-diam aku penasaran juga lho. Waktu aku tanya ke teman soal kamu, dia ngasih jawaban yang gak memuaskan. Sampai akhirnya aku dapat jawaban sendiri langsung dari kamu.

Gak lama setelah itu, aku langsung menginap di rumah Bandung. Kok bisa sih kamu ngajak perempuan asing nginep di rumah?

Dan tiba-tiba Papa, Mama, Ade udah kayak yang kenal lamaaa sama aku. Lucu, ternyata sebelum kita deket pun kamu udah banyak cerita tentang aku ke mereka.

Di sini aku mulai jatuh cinta, bukan hanya ke kamu, tapi juga ke keluargamu.

Dari awal kita ke jalan-jalan ke Tebing Keraton, ke Curug Sawer, dan UPI (tempat kita sama-sama jadi alumni) di Bandung, sampai liburan terakhir ke Pantai Sendiki, Kampung Warna Warni Jodipan, dan Coban Rondo di Malang, aku jadi semakin tahu kamu.

Kamu gak bisa liat aku lecet sedikitpun, tapi selalu percaya kalau aku kuat. Kamu yang selalu ngasih apresiasi positif waktu aku berhasil meraih sesuatu, berhasil naik ke puncak Lawu misalnya atau berhasil dapetin Thamrin Awards.

Kamu yang bawel banget soal minum air putih. Kamu yang bikin aku bangga karena berhasil berhenti total ngerokok. Kamu yang hampir selalu mengabulkan apapun yang aku mau. Kamu yang gak pernah marah.

Kamu juga gak sungkan ngenalin aku keluarga besar kamu, ke teman-teman kamu, ke adik-adik kelas kamu, dan ke siapapun yang jadi partner kita jalan-jalan. ­­­­­­­Lucunya lagi, kita sama-sama punya sahabat yang namanya Wisnu. Hihi.

Kita juga pernah punya masa-masa terpuruk ya? Kalau gak ada kamu, entahlah gimana. Sekarang kamu tahu kalau aku bukan tipe perempuan yang mudah cerita ke siapapun. Tapi aku sudah mulai cerita semua hal ke kamu, karena aku percaya.

Kamu inget? Aku selalu bilang aku mau nikah kalau udah punya rumah sendiri. Mungkin karena itu kita jadi lama ya nikahnya. Akhirnya aku mengesampingkan ego. Kalau aku dan kamu sudah bersatu, urusan rumah akan semakin dimudahkan, insyaAllah, apalagi urusan duitnya hehe.

Oh iya. Aku sebenarnya sempat merasa bersalah karena kamu harus keluar duluan dari kantor. Walapun sebenarnya mudah untuk kamu kembali jadi fotografer media di Jakarta dan kita beli rumah subsidi di kota-kota satelit. Tapi alhamdulillah kita punya satu idealisme untuk masa depan yang lebih baik.

Selama kita gak berhenti berdoa dan ikhtiar, aku tahu Allah akan bukakan jalan. Lagi pula kita gak sendirian lagi, kalau kata lagunya Tulus: aku punya kamu, kamu punya aku. *cie Tunggu aku ya sayang.

Hari ini aku melihatmu dengan cahaya yang lain. Kamu sekarang jadi ladang pahalaku, tempat aku terus berbenah diri untuk menjadi wanita yang salihah.

Kamu tahu momen apa yang paling aku suka setelah menikah? Meluk kamu dari belakang sehabis salat dan zikiran bareng. 

Kenapa harus maut yang memisahkan kita kalau kita bisa berjodoh dunia akhirat? Aku sayang kamu, suamiku. Terima kasih sudah mau menerima kekurangan aku. Terima kasih sudah menjadi laki-laki yang baik.


Dengan cinta,
istrimu Fira Nursya'bani.

dok foto pribadi

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"