Membudayakan Antre itu Mulia

pic: vladalvaz.blogspot.com

Pernah suatu ketika saya sedang mengantre di depan ATM di kampus saya. ada dua jenis ATM di situ, untuk uang yang berpecahan Rp.50.000 dan Rp.100.000. Karena saya sering menggunakan ATM untuk uang berpecahan Rp.50.000, saya membiarkan ATM 100.000 kosong dan mempersilahkan orang-orang di antrean belakang jika ingin menggunakannya. Sedangkan ATM 50.000 masih terisi orang lain. Ketika orang itu keluar, saya menggeser agar tidak menghalangi jalan orang tersebut untuk keluar. Tiba-tiba seorang perempuan, datang dari arah belakang, tanpa basa-basi masuk dan menggunakan ATM 50.000 yang sudah lama saya tunggu. Karena kesal, saya masuk ke ruang ATM yang sempit itu dan menungguinya selesai transaksi. Mungkin perempuan tersebut dalam keadaan terburu-buru, tapi apa harus menyerobot antrean seperti itu dengan wajah tanpa dosa?

Kuliah pukul 13.10 mengharuskan saya sholat di mushola kampus. Setiap waktu dzuhur tiba, WC sekaligus tempat wudhu di lantai 2, tempat mushola itu berada, memang selalu penuh, terutama di WC perempuan. Tentu saja untuk berwudhu, kita harus mengantre. Saya dan teman saya, Prita, saat itu sedang mengantre. Di depan saya ada satu orang perempuan yang juga sedang mengantre. Tiba-tiba ada seseorang (sebut saja perempuan 2) yang datang dengan riweuh. Tenyata si perempuan 2 itu kenal dengan perempuan yang sedang mengantre di depan saya, lalu ia mengatakan, "Ih aku ikut dong disitu sama kamu, aku juga mau wudhu nih." Lalu dengan watados, si perempuan 2 berjalan ke depan saya. Saya shock melihat perbuatan mahasiswa yang begitu 'cantik'. WTF! Saat itu saya dan Prita sudah mendelik hebat ke arah si perempuan 2, tapi karena kondisi WC saat itu sangat penuh, saya dan Prita mengurungkan niat untuk nyari ribut.

Saya dan Tagoni mengantre di depan lift dengan tertib, walaupun agak sedikit berisik dengan ocehan-ocehan kami yang gak penting. Di depan kami ada satu orang mahasiswa perempuan yang juga sedang mengantre. Tiba-tiba dari arah belakang muncul dua sosok manusia, satu perempuan dan satu lagi sosok yang agak melambai. Ia menghampiri satu orang yang sedang mengantre di depan kami. Oh mereka teman, lalu mereka mengobrol dan kami tidak mengubris. Tapi tidak lama pintu lift terbuka dan ternyata dua sosok yang seharusnya mengantre di belakang itu ikut masuk. Yang perempuan sempat mengatakan, "Ih jangan dulu masuk, kita kan dibelakang.." Tapi yang berkelamin tidak jelas mengatakan, "Ih biarin aja kali, kita kan orang Indonesia." Melihat gelagat kami yang memandangnya dengan jijik, waktu lift di tutup dia masih saja ber-cerocos, "Kalo gak suka kita nyerobot, bilang aja kali, gak usah kaya gitu." Apa lagi ini? Sekarang orang yang tidak bisa menghargai orang lain itu membawa-bawa nama Indonesia, hey!

Masih di lift. Tadi pagi saya kuliah pukul 07.00 dan saat saya mengantre lift, waktu sudah menunjukan pukul 07.03. I'm in a hurry. Saya berada di antrean paling belakang, dan tidak lama ada seorang perempuan yang ikut mengantre di belakang saya. Lalu lift terbuka, sebenarnya saya masih bisa masuk ke dalam lift. Tapi saya kurang suka berdesak-desakan di dalam lift, memaksakan lift untuk mengangkut puluhan orang, yang biasa di lakukan oleh perempuan-perempuan super riweuh yang selalu ingin sampai tempat tujuan tanpa sabar, jadi saya membiarkan lift itu menutup. Tapi tiba-tiba perempuan yang mengantre di belakang saya tanpa merasa berdosa melewati saya dan memasuki lift. Wow! Ia lebih memilih menyerobot dari pada berbicara kepada saya untuk masuk lift terlebih dahulu, karena saya mengantre terlebih dahulu. Baru saja terpikirkan, sudah terjadi.

Saya seperti tergerak untuk membetulkan pendidikan anak-anak di usia dini dalam hal pergaulan sosial. Terkadang, orang-orang menjadi amat berjiwa sosial ketika ada suatu berita yang heboh, mereka mencari tahu dan bergosip. Tapi mana jiwa sosial mereka di saat-saat mereka harus menghargai orang lain? Hal kecil, mengantre. Mengapa tidak pernah terfikir di benak mereka, jika mereka yang ter-dzalim-i karena orang lain menyerobot antrean mereka, marahkah? Kesal? Update status atau posting blog seperti saya? Inikah Indonesia? Jika benar, saya menyesal tinggal di Indonesia. Tapi saya tidak akan tinggal diam, di mulai dari diri sendiri, lalu bergerak ke masyarakat, sebagai pemilik jiwa yang mulia, mari kita budayakan antre!

Comments

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"