Mahasiswa pun Butuh Konsistensi dari Dosen

pic: vetnetlln.ac.uk

Wajar jika mahasiswa tidak menyukai suatu mata kuliah karena dosennya. Tapi setiap kali saya menemui hal seperti itu, saya selalu berusaha untuk tetap menikmati mata kuliah dan tugas-tugas yang diberikan. Tidak hanya saat di perguruan tinggi, bahkan semenjak duduk di bangku sekolah. Walaupun tak dapat dipungkiri dosen itu sebenarnya faktor nomor satu dalam menentukan apakah kita nyaman/tidak, suka/tidak terhadap satu mata kuliah.

Selama enam semester ini saya banyak menemukan ketidak-konsisten-an dari dosen. Saya tidak menjelek-jelekan, hanya saja saya masih bertanya-tanya mengapa ada dosen yang tidak konsisten ditengah banyaknya dosen yang bagus, hebat, berkompeten dan disiplin.

Pengalaman saya sebelumnya. Pada semester tiga yang lalu, saya dan teman satu kelas, oh bukan satu kelas, tapi dua kelas, dimarahii habis-habisan oleh seorang dosen, karena kami salah mengerjakan format tugas. Sedangkan, dosen tersebut amat sangat jarang masuk kelas. Saya memandang wajar jika kami kurang mengerti tugas yang diberikan. Janji yang beliau berikan untuk memposting tugas di sebuah akun wordpress khusus mata kuliah tersebut, tidak pernah beliau tepati. Karena seringnya beliau tidak masuk, kami tertinggal banyak pertemuan, sedangkan saat itu sudah memasuki waktu UAS dan libur semester ganjil. Ada satu tugas yang belum kami laksanakan: presentasi. Jumlah kelompok yang banyak untuk presentasi mengharuskan kami melakukan presentasi tersebut di waktu libur. Saat itu, musim libur tiba, kami semua belum di beritahu kapan make-up class untuk presentasi itu diadakan, sehingga sebagian besar dari kami memutuskan untuk pulang kampung. Baru dua hari kami menikmati libur di kampung halaman masing-masing, kami sudah mendapat jarkom bahwa make-up class akan dilaksanakan esok hari. Sebagian besar dari kami yang pulang ke rumah, berbondong-bondong kembali ke Bandung untuk mengikuti presentasi keesokan harinya. Tapi, ternyata kami harus mengelus dada karena dosen yang bersangkutan membatalkan kelas secara mendadak pada pagi hari. Dan akhirnya diputuskan tidak akan ada make-up class lagi. Untuk saya pribadi, uang seratus ribu dan hampir sepuluh jam perjalanan pulang pergi Bogor-Bandung pun terbang melayang sia-sia disertai rasa sakit yang menusuk.

Semester empat dan lima saya lalui dengan tantangan yang tidak terlalu berarti karena saya rasa dosen-dosen pengajarnya cukup menyenangkan dan memiliki konsistensi yang baik. Lain dengan semester enam, ada satu mata kuliah yang sebenarnya terlihat seperti menyenangkan. Tetapi saya berbalik menjadi amat sangat benci dengan mata kuliah ini karena ketidak-konsisten-an dari dosen yang bersangkutan. (1) Dosen tersebut memberikan tugas: Make a summary of chapter one in one piece of paper only, I want to see the way you summarize a text. Oke, saya dan teman-teman pun susah payah merangkum 28 halaman di BAB 1 menjadi satu halaman A4, dan jujur, hal itu amat sangat tidak mudah. Namun, saat kami mengumpulkan tugas, kami hanya mendapat poin 75, sedangkan ada satu orang yang merangkum sebanyak empat lembar mendapat poin 90, satu orang lagi merangkum 10 lembar mendapat poin 95. Kami yang tidak terima dengan hal tersebut berusaha melakukan protes, namun dosen tersebut mengatakan: "Kalo lebih banyak itu yah lebih bagus." Jika di pikir ulang, kami bisa saja menyalin kembali isi buku itu dan mengatakan bahwa buku tersebut adalah rangkuman, dan kami akan mendapat nilai besar tanpa harus merangkum. Merangkum 28 halaman menjadi satu halaman itu membutuhkan perjuangan yang lebih dari pada merangkum 28 halaman menjadi 10 halaman, lagi pula kami menuruti baik-baik perintah yang disampaikan ketika beliau mengatakan ingin mengetahui bagaimana cara kami merangkum dengan baik. Tapi beliau amat tidak konsisten dengan perkataannya.

(2) Saat kami diharuskan mencari sebuah artikel, menghilangkan tanda baca dan menukarnya dengan teman untuk di kerjakan, kami melakukan tugas tersebut dengan baik. Tapi alangkah terkejutnya ketika artikel yang tidak satu kertas A4 penuh tidak mendapat poin utuh, artikel yang tidak di print-pun mendapat poin 0, padahal sebelumnya tidak ada kejelasan tentang artikel itu harus seperti apa. Setelah di periksa dan masing-masing dari kami menunjukan nilai, ada suatu kejanggalan. Tidak jelas beliau menggunakan fungsi apa dari Microsoft Excel tempat beliau memasukan nilai kami, namun nilai yang kami peroleh sangat abstrak, beliau pun memangkas poin yang sudah kami tetapkan sesuai artikel tanpa mempertimbangkan dengan benar. Sangat tidak konsisten.

(3) Untuk kuis, saya sudah membaca (lebih tepatnya menghapal) empat BAB yang sudah ditentukan sebanyak 120 halaman. Saya membaca buku tersebut selama empat hari dan tidur hingga larut malam di setiap harinya. Saat kuis tiba, saya mendapat sebuah pertanyaan: Siapakan nama pengarang buku tersebut? Saya yang merasa shock dengan pertanyaan tersebut tidak dapat berfikir dan mengingat nama pengarang buku tersebut, karena saya tidak menghafalnya. Walhasil saya mendapat poin 0. Setelah saya baca nama pengarang buku tersebut, tetap saja lima menit kemudian saya lupa. Sedangkan teman saya yang sama sekali tidak menyentuh buku tersebut, mendapat pertanyaan yang mudah yang ada dalam isi buku tersebut. Karena sistem kuisnya adalah baca bagian buku yang telah ditentukan, lalu buku di tutup, dan kita akan diberikan pertanyaan sesuai dengan apa yang baru di baca. Terang saja teman saya dapat menjawabnya dengan mudah dan mendapat poin 100. Saya merasa hal tersebut tidak adil. Dan untuk mata kuliah ini, karena saya sudah terlanjur membencinya, saya pasrah akan nilai yang akan di dapat.

Jika suatu saat saya menjadi dosen, saya bisa menilai mana yang harus saya lakukan dan mana yang tidak. Mana dosen yang pantas jadi panutan dan yang tidak. Sehingga saya dapat menjadi dosen yang membuat mahasiswa mencintai sebuah mata kuliah.

Comments

  1. sperti yg saya dan teman2 alami sekarang.salah satu dosen yg omongannya mencla mencle dan pilih kasih thdp mhssw.hanya mencari kesalahan2 tgs mhssw.atasannyapun tdk d hormati,apalagi kita!!

    para dosen2 yg lain banyak yg tdk suka thdpnya.apakah dosen itu 100% selalu benar???pdahal dia hnya bgelar MSi. yg bergelar prof.dr...saja g sampai segitunya!!dia tdk hanya mendzolimi mhssw tp juga mendzolimi ortu2 kita.harapan kami mhssw yg d ampu mata kuliah beliau adalah smoga hati, pikiran,pbuatan beliau semoga d berikan hidayah olehNYA dan d berikan ganjaran yg setimpal!!amin

    ReplyDelete
  2. saya juga mengalami nya . skripsi , wajar kita menuntut untuk bimbingan karena kita bayar itupun menggunakan bahasa yg halus dan sopan . tapikarena saya terlalu sering menghubungi dosen dibilang ga punya etika .

    sedangkan dosen tersebut selalu berjanji akan datang tapi semuanya nihil .

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kerajian Tangan Tas Sedotan

Main di Kebun Teh Puncak

"Karma Dalem Boncel"